Sebelum
melanjutkan postingan, saya mengucapkan selamat Hari Raya Idul Adha 1434 H.
Moon maaf lahir dan batin. Selamat berpuasa Arafah juga untuk menghapus dosa
setahun yang lalu dan setahun berikutnya. Seperti diriwayatkan pada hadist
berikut :
Rasulullah
SAW pernah ditanya tentang puasa hari Arafah, beliau menjawab, “Puasa itu
menghapus dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun berikutnya.” (HR. Muslim)
Semoga
keluarga kita yang sedang naik haji sehat-sehat yah disana. Semoga ketika
pulang ke Indonesia, bisa menjadi haji mabrur, amin yaa rabbal 'alamin.
Seperti
tahun sebelumnya, Alhamdulillah saya selalu bersama dengan keluarga tercinta
untuk merayakan Hari Raya Idul Adha. Memang ada hal yang berbeda dari biasanya.
Tidak ada adik laki-laki saya di hari raya ini. Dia memilih untuk merantau ke
negeri orang, menuntut ilmu bidang perkebunan sawit disalah satu universitas
swasta di Jogjakarta. Meski harus sedih mendengar kabarnya di malam takbiran
ini, tidak ada yang berkurang sedikit pun. Tetap merindukan kebersamaan ^_^
Lalu, coba kita kembali mengintropeksi diri, apa yang sudah kita lakukan selama setahun ini? setelah Idul Adha tahun lalu apa rasa di malam takbiran ini terasa sama? Apa ada hal terpuji yang meningkat dari diri kita?
Di malam ini saya merasa bersalah, karena mungkin terlalu remeh dengan suatu kesempatan. Salah satunya kesempatan untuk memperbaiki diri. Kita terkadang terus saja menganggap "wah" suatu peristiwa tapi tidak pernah belajar dari hikmah yang ada.
Ada
hal yang sebenarnya membuat saya malu. Setiap menjelang Hari Raya Idul Adha,
selalu saja ada berita tentang orang-orang naik haji dan berkurban. Mungkin
orang naik haji dan berkurban bagi yang sudah mampu itu memang sudah biasa. Tiap
kali saya mendengar berita tentang ada seseorang yang tidak mampu secara fisik
dan finansial tapi bisa berkurban, saya terharu. Tertegun. Merasa malu sendiri.
Apa saya bisa seperti mereka? Mereka yang cinta dan patuh pada Allah.
Kalau
sudah moment seperti ini, saya jadi ingat film “Emak Ingin Naik Haji”. Kenapa? Karena
rasanya ayah dan ibu ingin sekali mengunjungi Ka’bah tapi terkendala dengan
biaya. Dengan profesi PNS dan gaji yang ala kadarnya, rasanya harus
bertahun-tahun menabung demi bisa naik haji. Begitu juga dengan kurban. Saya
bertanya, “Kita ada berkurban, bu?”, “Gak ada”. Saya jadi tidak bisa berkata
apa-apa lagi. Karena memang faktor finansial.
Huhu,
andaikan nanti saya sudah bekerja dan memperoleh penghasilan sendiri,
InsyaAllah saya juga berkurban. Malu rasanya kalau Dhuafa saja bisa berkurban
dan ikhlas menyisihkan uangnya. Kenapa kita yang mungkin sudah mampu tidak
sedikit pun berniat untuk berkurban?
Padahal
esensi berkurban itu sendiri karena rasa cinta pada Allah. Terlihat dari
bagaimana Nabi Ibrahim as rela menyembelih anaknya, Nabi Ismail. Ini bukti
bahwa tidak ada tawar menawar dalam beribadah kepada Allah. Sama seperti
seorang ibu yang saya tonton di salah satu stasiun TV. Beliau hanya pembantu
rumah tangga tapi bisa menyisihkan uangnya jutaan rupiah dan bisa berkurban.
Subhanallah. Kalau memang sudah cinta pada Allah, apapun bisa dilakukan. Ini
lah takwa seorang hamba pada penciptanya.
Nah, untuk
kita semua. Apa sudah memasang niat untuk berkurban nantinya? Apa sudah berniat
untuk naik haji atau menghajikan orang tua? Apa sudah mantap ibadah dan
intropeksi dirinya? Ya, saya juga sedang berusaha. Semoga kita semua juga
begitu.
Di
malam takbiran ini saya menulis apa yang bisa saya tulis. Saya pun sekedar
mengingatkan diri melalui tulisan, bahwa selalu ada waktu untuk berubah dan
meluruskan niat. Terlebih lagi hari ini adalah hari kelahiran ibunda. Kini ibu
sudah termasuk kedalam kategori lanjut usia. Ketika tahu hari spesial ini, saya
langsung memeluk ibu dan berdoa agar ibu selalu dalam lindunganNya. Meski
dengan tubuh yang sudah melemah dan wajah yang keriput, bagi saya ibu tetap
yang tercantik di dunia.
Semoga
dari hari Idul Adha ini kita menjadi pribadi yang lebih baik ya. Menjadi lebih
ikhlas dan sabar. Berkurban sebenarnya adalah ikhlas, merelakan sesuatu karena
Allah. Nah, menurut saya, jika kini saya belum mampu membeli kambing dan sapi,
mungkin suatu hari nanti saya harus bisa ikhlas dengan yang hal lain. Misalnya
ikhlas berbagi dengan sesama, sosial dan saling membantu untuk mereka yang
kesusahan. Tidak perlu hal besar, tapi bisa dimulai dari hal yang kecil. Jangan
sampai seperti artis-artis jaman sekarang, membeli hewan kurban termahal, eh malah
jadi riya.
Baiklah,
sudahkah kita memantapkan hati? Apa cuma mau melihat dan mendengar orang
berkurban? Kita nya kapan? Hehe. InsyaAllah…
Untuk
menutup tulisan ini, sekali lagi saya ucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha 1434
H. Mohon maaf lahir dan batin ^_^
4 komentar:
semoga kita semua dapat dimudahkan jalan untuk berqurban ya... :)
InsyaAllah kita termasuk yang dapat menjalankan ibadah ini bang :)
InsyaAllah kita termasuk yang dapat menjalankan ibadah ini bang :)
Posting Komentar