Senin, 14 Oktober 2013

Kapan Kita Berkurban?


Sebelum melanjutkan postingan, saya mengucapkan selamat Hari Raya Idul Adha 1434 H. Moon maaf lahir dan batin. Selamat berpuasa Arafah juga untuk menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun berikutnya. Seperti diriwayatkan pada hadist berikut :

Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa hari Arafah, beliau menjawab, “Puasa itu menghapus dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun berikutnya.” (HR. Muslim)

Semoga keluarga kita yang sedang naik haji sehat-sehat yah disana. Semoga ketika pulang ke Indonesia, bisa menjadi haji mabrur, amin yaa rabbal 'alamin.

Seperti tahun sebelumnya, Alhamdulillah saya selalu bersama dengan keluarga tercinta untuk merayakan Hari Raya Idul Adha. Memang ada hal yang berbeda dari biasanya. Tidak ada adik laki-laki saya di hari raya ini. Dia memilih untuk merantau ke negeri orang, menuntut ilmu bidang perkebunan sawit disalah satu universitas swasta di Jogjakarta. Meski harus sedih mendengar kabarnya di malam takbiran ini, tidak ada yang berkurang sedikit pun. Tetap merindukan kebersamaan ^_^

Lalu, coba kita kembali mengintropeksi diri, apa yang sudah kita lakukan selama setahun ini? setelah Idul Adha tahun lalu apa rasa di malam takbiran ini terasa sama? Apa ada hal terpuji yang meningkat dari diri kita? 

Di malam ini saya merasa bersalah, karena mungkin terlalu remeh dengan suatu kesempatan. Salah satunya kesempatan untuk memperbaiki diri. Kita terkadang terus saja menganggap "wah" suatu peristiwa tapi tidak pernah belajar dari hikmah yang ada.

Ada hal yang sebenarnya membuat saya malu. Setiap menjelang Hari Raya Idul Adha, selalu saja ada berita tentang orang-orang naik haji dan berkurban. Mungkin orang naik haji dan berkurban bagi yang sudah mampu itu memang sudah biasa. Tiap kali saya mendengar berita tentang ada seseorang yang tidak mampu secara fisik dan finansial tapi bisa berkurban, saya terharu. Tertegun. Merasa malu sendiri. Apa saya bisa seperti mereka? Mereka yang cinta dan patuh pada Allah.

Kalau sudah moment seperti ini, saya jadi ingat film “Emak Ingin Naik Haji”. Kenapa? Karena rasanya ayah dan ibu ingin sekali mengunjungi Ka’bah tapi terkendala dengan biaya. Dengan profesi PNS dan gaji yang ala kadarnya, rasanya harus bertahun-tahun menabung demi bisa naik haji. Begitu juga dengan kurban. Saya bertanya, “Kita ada berkurban, bu?”, “Gak ada”. Saya jadi tidak bisa berkata apa-apa lagi. Karena memang faktor finansial.

Huhu, andaikan nanti saya sudah bekerja dan memperoleh penghasilan sendiri, InsyaAllah saya juga berkurban. Malu rasanya kalau Dhuafa saja bisa berkurban dan ikhlas menyisihkan uangnya. Kenapa kita yang mungkin sudah mampu tidak sedikit pun berniat untuk berkurban?

Padahal esensi berkurban itu sendiri karena rasa cinta pada Allah. Terlihat dari bagaimana Nabi Ibrahim as rela menyembelih anaknya, Nabi Ismail. Ini bukti bahwa tidak ada tawar menawar dalam beribadah kepada Allah. Sama seperti seorang ibu yang saya tonton di salah satu stasiun TV. Beliau hanya pembantu rumah tangga tapi bisa menyisihkan uangnya jutaan rupiah dan bisa berkurban. Subhanallah. Kalau memang sudah cinta pada Allah, apapun bisa dilakukan. Ini lah takwa seorang hamba pada penciptanya.

Nah, untuk kita semua. Apa sudah memasang niat untuk berkurban nantinya? Apa sudah berniat untuk naik haji atau menghajikan orang tua? Apa sudah mantap ibadah dan intropeksi dirinya? Ya, saya juga sedang berusaha. Semoga kita semua juga begitu.

Di malam takbiran ini saya menulis apa yang bisa saya tulis. Saya pun sekedar mengingatkan diri melalui tulisan, bahwa selalu ada waktu untuk berubah dan meluruskan niat. Terlebih lagi hari ini adalah hari kelahiran ibunda. Kini ibu sudah termasuk kedalam kategori lanjut usia. Ketika tahu hari spesial ini, saya langsung memeluk ibu dan berdoa agar ibu selalu dalam lindunganNya. Meski dengan tubuh yang sudah melemah dan wajah yang keriput, bagi saya ibu tetap yang tercantik di dunia.

Semoga dari hari Idul Adha ini kita menjadi pribadi yang lebih baik ya. Menjadi lebih ikhlas dan sabar. Berkurban sebenarnya adalah ikhlas, merelakan sesuatu karena Allah. Nah, menurut saya, jika kini saya belum mampu membeli kambing dan sapi, mungkin suatu hari nanti saya harus bisa ikhlas dengan yang hal lain. Misalnya ikhlas berbagi dengan sesama, sosial dan saling membantu untuk mereka yang kesusahan. Tidak perlu hal besar, tapi bisa dimulai dari hal yang kecil. Jangan sampai seperti artis-artis jaman sekarang, membeli hewan kurban termahal, eh malah jadi riya.

Baiklah, sudahkah kita memantapkan hati? Apa cuma mau melihat dan mendengar orang berkurban? Kita nya kapan? Hehe. InsyaAllah…
Untuk menutup tulisan ini, sekali lagi saya ucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha 1434 H. Mohon maaf lahir dan batin ^_^

4 komentar:

Azhar Penulis mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Azhar Penulis mengatakan...

semoga kita semua dapat dimudahkan jalan untuk berqurban ya... :)

Anonim mengatakan...

InsyaAllah kita termasuk yang dapat menjalankan ibadah ini bang :)

Anonim mengatakan...

InsyaAllah kita termasuk yang dapat menjalankan ibadah ini bang :)

Sindiran Heboh: Yang Gaji Kamu Siapa?

Sejak video seorang Menteri Kominfo Rudiantara, beberapa waktu lalu beredar dan menghebohkan sejagat dunia maya dan dunia nyata, saya pun t...