Sabtu, 02 Februari 2019

Sindiran Heboh: Yang Gaji Kamu Siapa?

Sejak video seorang Menteri Kominfo Rudiantara, beberapa waktu lalu beredar dan menghebohkan sejagat dunia maya dan dunia nyata, saya pun tergelitik ingin ikut beropini. Mungkin tidak sekritis para jubir, ahli forensik komunikasi bahkan host di televisi dan sebagainya. Saya hanya ingin memberikan opini dari segi orang awam yang menyaksikan video heboh Sang Menteri. Mwehehe.

Pada awal melihat video tersebut, saya geleng-geleng kepala sambil berbicara dalam hati “kok bisa ya seorang menteri mengucapkan kalimat itu?”. Saya spontan men-judge Pak Menteri salah beretika. Tapi setelah saya telusuri lagi hastag #YangGajiKamuSiapa di twitter, eh muncul juga hastag #ASNHarusNetral, eciee semacam perang hastag inih yee.

Setelah berselancar dengan tweet, saya jadi tahu ternyata isi video yang tersebar itu adalah video yang dipotong. Saya pun mencari tahu isi video utuh melalui televisi. Pak Menteri sempat menjelaskan pada Ibu Khadijah --ASN yang maju keatas panggung, bahwa pilihan desain pemilu yang dipilihnya tidak ada hubungannya dengan pilihan capres. Saya rasa Pak Menteri sudah melakukan hal yang benar karena telah meluruskan maksud sesungguhnya pada ASN tersebut.

ASN Harus Netral

Jujur, awalnya saya gak tau nih ASN itu harus netral. Dalam pikiran saya, netral yang dimaksud adalah tidak boleh memihak pada pilihan 01 atau pun 02. Kok ya aneh, masak ASN sekalipun tidak mempunyai hak pilih dan memihak pada pilihan mereka?

Oke, saya cari tahu lagi lewat internet. Saya baca lagi perlahan. Nah, menurut UU No. 5/2014 tentang ASN tepatnya pada pasal 2f, setiap pegawai ASN tidak berpengaruh dari suatu bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepetingan siapapun. Jadi, ASN jelas dilarang melakukan keberpihakan salah satu calon atau terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan parpol. Memang dari segi pandangan ini, Ibu Khadijah benar dianggap bersalah karena telah jelas berpihak pada nomor 02 ditengah acara formal. Tapi ya saya rasa Ibu Khadijah tidak bersalah. Wajar beliau terbawa pilihannya pada nomor 02. Toh yang ditanyakan adalah “Ibu pilih nomor 01 atau nomor 02? Bukan “Ibu mau pilih desain versi 01 atau versi 02?

Saya setuju dengan pendapat Ahli Forensik Komunikasi yang menyatakan bahwa dalam Marketing Communication, seharusnya jika memilih suatu desain, bukan dengan nomor melainkan dengan versi. Meskipun kata nomor dan versi tidak berbeda jauh, tapi setidaknya pilihan redaksi kata pada masa atmosfer pilpres ini sangat memengaruhi masyarakat, termasuk ASN. Mindset masyarakat jika sudah berkaitan dengan nomor 01 dan 02 akan terbawa persepsi pada pilihan capres.

Menteri Tidak Layak Menyindir

Buntut masalah semakin panjang ketika Pak Menteri kembali berkomentar pada Ibu Khadijah saat ia kembali ketempat duduk. “Bu! Yang gaji kamu siapa?”, ujar Pak Menteri dengan nada kesal. Ini yang saya rasa seharusnya tak layak diucapkan oleh seorang Menteri (meskipun benar-benar kesal karena sudah menjawab pilihan 02). Jelas terlihat ya bahwa Pak Menteri pro ke nomor 01 sehingga jawaban seorang ibu yang ia rasa “tidak nyambung” justru memancing emosinya. “Pak Rudiantara kehilangan nalar”, begitu kata Dahnil Anzar. Tak hanya itu, bahkan sebelumnya Pak Menteri mengatakan lebih menyukai ASN yang memilih nomor 01 dan Ibu Khadijah dikatakan tidak jujur memilih nomor 02. Hmm~

Saya rasa kondisi dalam video dan perang tweet yang sedang heboh sekarang ini wajar terjadi. Pertama, atmosfer menjelang pilpres ini sedang panas dan ganas. Hampir semua pejabat, petinggi, dan tokoh tertentu akan mengkampanyekan pilihan mereka secara implisit, bukan secara eksplisit. Bener juga kata Dahnil Aznar, demokrasi kita sekarang ini sebenarnya tengah berada pada posisi yang tinggi. Jika terjadi kampanye tipis-tipis yang di-setting dalam suatu acara ya sah-sah saja. Yang salah adalah emosi dari Pak Menteri yang tidak selayaknya menyinggung ASN siapa yang menggaji mereka.

Kedua, ASN memang harus netral. Tapi menurut saya netral yang dimaksud adalah netral untuk tidak terlalu memperlihatkannya pada publik, apalagi pada acara-acara formal yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan tema politik. Setiap orang mempunyai hak pilih ketika pemilu nanti. Tapi kalaupun terlanjur keceplosan, santai sajalah. Usahakan hindari konflik. Mungkin karena ini tentang kalimat frontal Menteri, ya masalah kecil jadi besar. Coba kalau di video itu cuma orang biasa, tentu gak jadi masalah bukan? Bayangkan aja betapa banyak ASN yang berkoar-koar secara jelas bahkan mencaci maki lawan capres pilihannya di medsos. Menurut saya, seorang Menteri (apapun situasi kondisinya) tidak patut berkomentar dan berucap pada kalimat yang memicu ke-viral-an terutama pada hal yang negatif.

Ketiga, jika tidak mau ada intreprerasi yang salah sehingga nanti berujung pada penggiringan opini publik, lebih baik konsep acara tidak usah membawa-bawa nomor 01 dan 02. Jikapun ada, bisa tambahkan lagi nomor 03, 04 dst sehingga tidak ada kesalahpahaman baik partisipan acara maupun netizen. Waduw ya, zaman sekarang mah kalo salah-salah ngomong saja sedikit saja sudah masuk hotel prodeo. Saya pribadi daripada masuk pada konflik, lebih baik menghindari konflik. Jika memang sekarang sedang periode yang HOT, jangan di HOT-in lagi lah dengan hal yang memancing es mosi.

Keempat, sekarang zamannya netizen kritis, tajam dan main logika. Tapi kalau terlalu kritis, terlalu tajam,dan terlalu berlogika pun akan keluar dari jalur kewajaran. Sah-sah saja ada peperangan di media sosial tapi jangan sampai terjadi perang dalam kenyataan. Menjujung demokrasi boleh tapi kita tetap harus menjaga jati diri.

Intinya masalah #YangGajiKamuSiapa ini adalah masalah komunikasi. Ini menjadi pelajaran juga buat kita semua untuk lebih berhati-hati lagi dengan lisan. Sekian.

Tidak ada komentar:

Sindiran Heboh: Yang Gaji Kamu Siapa?

Sejak video seorang Menteri Kominfo Rudiantara, beberapa waktu lalu beredar dan menghebohkan sejagat dunia maya dan dunia nyata, saya pun t...