Sejak video seorang Menteri Kominfo Rudiantara, beberapa
waktu lalu beredar dan menghebohkan sejagat dunia maya dan dunia nyata, saya
pun tergelitik ingin ikut beropini. Mungkin tidak sekritis para jubir, ahli
forensik komunikasi bahkan host di televisi dan sebagainya. Saya hanya ingin
memberikan opini dari segi orang awam yang menyaksikan video heboh Sang
Menteri. Mwehehe.
Pada awal melihat video tersebut, saya geleng-geleng kepala
sambil berbicara dalam hati “kok bisa ya seorang menteri mengucapkan kalimat
itu?”. Saya spontan men-judge Pak
Menteri salah beretika. Tapi setelah saya telusuri lagi hastag #YangGajiKamuSiapa
di twitter, eh muncul juga hastag #ASNHarusNetral, eciee semacam perang hastag
inih yee.
Setelah berselancar dengan tweet, saya jadi tahu ternyata
isi video yang tersebar itu adalah video yang dipotong. Saya pun mencari tahu
isi video utuh melalui televisi. Pak Menteri sempat menjelaskan pada Ibu
Khadijah --ASN yang maju keatas panggung, bahwa pilihan desain pemilu yang
dipilihnya tidak ada hubungannya dengan pilihan capres. Saya rasa Pak Menteri
sudah melakukan hal yang benar karena telah meluruskan maksud sesungguhnya pada
ASN tersebut.
ASN Harus Netral
Jujur, awalnya saya gak tau nih ASN itu harus netral. Dalam
pikiran saya, netral yang dimaksud adalah tidak boleh memihak pada pilihan 01
atau pun 02. Kok ya aneh, masak ASN sekalipun tidak mempunyai hak pilih dan
memihak pada pilihan mereka?
Oke, saya cari tahu lagi lewat internet. Saya baca lagi
perlahan. Nah, menurut UU No. 5/2014 tentang ASN tepatnya pada pasal 2f, setiap
pegawai ASN tidak berpengaruh dari suatu bentuk pengaruh manapun dan tidak
memihak kepetingan siapapun. Jadi, ASN jelas dilarang melakukan keberpihakan salah
satu calon atau terlibat dalam politik
praktis/berafiliasi dengan parpol. Memang dari segi pandangan ini, Ibu Khadijah
benar dianggap bersalah karena telah jelas berpihak pada nomor 02 ditengah
acara formal. Tapi ya saya rasa Ibu Khadijah tidak bersalah. Wajar
beliau terbawa pilihannya pada nomor 02. Toh yang ditanyakan adalah “Ibu pilih
nomor 01 atau nomor 02? Bukan “Ibu mau pilih desain versi 01 atau versi 02?
Saya setuju dengan pendapat Ahli Forensik Komunikasi yang
menyatakan bahwa dalam Marketing Communication,
seharusnya jika memilih suatu desain, bukan dengan nomor melainkan dengan
versi. Meskipun kata nomor dan versi tidak berbeda jauh, tapi setidaknya
pilihan redaksi kata pada masa atmosfer pilpres ini sangat memengaruhi
masyarakat, termasuk ASN. Mindset masyarakat jika sudah berkaitan dengan nomor
01 dan 02 akan terbawa persepsi pada pilihan capres.
Menteri Tidak Layak
Menyindir
Buntut masalah semakin panjang ketika Pak Menteri kembali
berkomentar pada Ibu Khadijah saat ia kembali ketempat duduk. “Bu! Yang gaji
kamu siapa?”, ujar Pak Menteri dengan nada kesal. Ini yang saya rasa seharusnya
tak layak diucapkan oleh seorang Menteri (meskipun benar-benar kesal karena
sudah menjawab pilihan 02). Jelas terlihat ya bahwa Pak Menteri pro ke nomor 01
sehingga jawaban seorang ibu yang ia rasa “tidak nyambung” justru memancing
emosinya. “Pak Rudiantara kehilangan nalar”, begitu kata Dahnil Anzar. Tak
hanya itu, bahkan sebelumnya Pak Menteri mengatakan lebih menyukai ASN yang
memilih nomor 01 dan Ibu Khadijah dikatakan tidak jujur memilih nomor 02. Hmm~
Saya rasa kondisi dalam video dan perang tweet yang sedang
heboh sekarang ini wajar terjadi. Pertama, atmosfer menjelang pilpres ini
sedang panas dan ganas. Hampir semua pejabat, petinggi, dan tokoh tertentu akan
mengkampanyekan pilihan mereka secara implisit, bukan secara eksplisit. Bener
juga kata Dahnil Aznar, demokrasi kita sekarang ini sebenarnya tengah berada
pada posisi yang tinggi. Jika terjadi kampanye tipis-tipis yang di-setting dalam suatu acara ya sah-sah
saja. Yang salah adalah emosi dari Pak Menteri yang tidak selayaknya
menyinggung ASN siapa yang menggaji mereka.
Kedua, ASN memang harus netral. Tapi menurut saya netral
yang dimaksud adalah netral untuk tidak terlalu memperlihatkannya pada publik,
apalagi pada acara-acara formal yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan
tema politik. Setiap orang mempunyai hak pilih ketika pemilu nanti. Tapi
kalaupun terlanjur keceplosan, santai sajalah. Usahakan hindari konflik.
Mungkin karena ini tentang kalimat frontal Menteri, ya masalah kecil jadi
besar. Coba kalau di video itu cuma orang biasa, tentu gak jadi masalah bukan?
Bayangkan aja betapa banyak ASN yang berkoar-koar secara jelas bahkan mencaci
maki lawan capres pilihannya di medsos. Menurut saya, seorang Menteri (apapun
situasi kondisinya) tidak patut berkomentar dan berucap pada kalimat yang
memicu ke-viral-an terutama pada hal yang negatif.
Ketiga, jika tidak mau ada intreprerasi yang salah sehingga
nanti berujung pada penggiringan opini publik, lebih baik konsep acara tidak
usah membawa-bawa nomor 01 dan 02. Jikapun ada, bisa tambahkan lagi nomor 03,
04 dst sehingga tidak ada kesalahpahaman baik partisipan acara maupun netizen.
Waduw ya, zaman sekarang mah kalo salah-salah ngomong saja sedikit saja sudah
masuk hotel prodeo. Saya pribadi daripada masuk pada konflik, lebih baik menghindari
konflik. Jika memang sekarang sedang periode yang HOT, jangan di HOT-in lagi
lah dengan hal yang memancing es mosi.
Keempat, sekarang zamannya netizen kritis, tajam dan main
logika. Tapi kalau terlalu kritis, terlalu tajam,dan terlalu berlogika pun akan
keluar dari jalur kewajaran. Sah-sah saja ada peperangan di media sosial tapi
jangan sampai terjadi perang dalam kenyataan. Menjujung demokrasi boleh tapi
kita tetap harus menjaga jati diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar