Selasa, 22 Oktober 2013

Ketika Budaya Mengikat Cinta di Pelaminan


Berhubung selama tiga hari media sedang marak dengan berita Pernikahan Agung Keraton Yogyakarta, saya pun tidak ketinggalan berbagi cerita tentang perhelatan akbar ini. Sebenarnya sudah lama saya ingin menulis tentang Yogyakarta, tapi karena memang sedang hot moment, ya saya coba menulis semampunya. Bisa galau juga kan kalau terus memendam ide menulis di kepala? Hehe

 Ini bermula atas ketertarikan saya pada masyarakat Yogyakarta yang masih sangat menjaga budaya daerahnya. Sebulan yang lalu saya ke Yogyakarta untuk menjenguk adik yang kuliah disana. Saya berkesempatan kesana setelah selesai mengikuti ILC (Indonesia Leadership Camp) UI 2013 di Depok.

Masyarakat disana sangat ramah dan santun. Saat naik taxi saja sudah terasa berbeda. Sopirnya berbicara dengan lembut dan sopan sambil berulang terdengar kata “Nggeh”. “Nggeh” berarti mengiyakan sesuatu. Bahkan orang jawa rela membungkukkan badan untuk mempersilahkan seseorang.

Yogyakarta bagi saya adalah kota yang tentram dan tenang. Kenapa? Di jalan raya pun masyakarat disana jarang yang terlihat melanggar peraturan lalu lintas. Bagi pengendara motor, jarang sekali terlihat bahkan tidak ada yang tidak memakai helm. Dan jika ada yang menyebrang, kendaraan akan berhenti dan mempersilahkan mereka untuk segera menyebrang. Ini yang saya rasakan sendiri.


Selain itu mereka juga tetap mempertahankan kebiasan daerah seperti memakai blankon bagi laki-laki. Kebanyakan dari mereka juga banyak yang memakai batik. Mereka menggunakan batik tidak hanya dipakai di hari Jumat atau pada acara tertentu. Mungkin karena itulah Yogja menjadi daerah yang terkenal dengan batiknya. Masyarakat Yogja terlihat sangat santun dan ramah dengan siapa saja. Keramahtamahan dan kebudayaannya lah yang membuat saya tertarik.

Senin, 14 Oktober 2013

Kapan Kita Berkurban?


Sebelum melanjutkan postingan, saya mengucapkan selamat Hari Raya Idul Adha 1434 H. Moon maaf lahir dan batin. Selamat berpuasa Arafah juga untuk menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun berikutnya. Seperti diriwayatkan pada hadist berikut :

Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa hari Arafah, beliau menjawab, “Puasa itu menghapus dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun berikutnya.” (HR. Muslim)

Semoga keluarga kita yang sedang naik haji sehat-sehat yah disana. Semoga ketika pulang ke Indonesia, bisa menjadi haji mabrur, amin yaa rabbal 'alamin.

Seperti tahun sebelumnya, Alhamdulillah saya selalu bersama dengan keluarga tercinta untuk merayakan Hari Raya Idul Adha. Memang ada hal yang berbeda dari biasanya. Tidak ada adik laki-laki saya di hari raya ini. Dia memilih untuk merantau ke negeri orang, menuntut ilmu bidang perkebunan sawit disalah satu universitas swasta di Jogjakarta. Meski harus sedih mendengar kabarnya di malam takbiran ini, tidak ada yang berkurang sedikit pun. Tetap merindukan kebersamaan ^_^

Lalu, coba kita kembali mengintropeksi diri, apa yang sudah kita lakukan selama setahun ini? setelah Idul Adha tahun lalu apa rasa di malam takbiran ini terasa sama? Apa ada hal terpuji yang meningkat dari diri kita? 

Di malam ini saya merasa bersalah, karena mungkin terlalu remeh dengan suatu kesempatan. Salah satunya kesempatan untuk memperbaiki diri. Kita terkadang terus saja menganggap "wah" suatu peristiwa tapi tidak pernah belajar dari hikmah yang ada.

Ada hal yang sebenarnya membuat saya malu. Setiap menjelang Hari Raya Idul Adha, selalu saja ada berita tentang orang-orang naik haji dan berkurban. Mungkin orang naik haji dan berkurban bagi yang sudah mampu itu memang sudah biasa. Tiap kali saya mendengar berita tentang ada seseorang yang tidak mampu secara fisik dan finansial tapi bisa berkurban, saya terharu. Tertegun. Merasa malu sendiri. Apa saya bisa seperti mereka? Mereka yang cinta dan patuh pada Allah.

Kalau sudah moment seperti ini, saya jadi ingat film “Emak Ingin Naik Haji”. Kenapa? Karena rasanya ayah dan ibu ingin sekali mengunjungi Ka’bah tapi terkendala dengan biaya. Dengan profesi PNS dan gaji yang ala kadarnya, rasanya harus bertahun-tahun menabung demi bisa naik haji. Begitu juga dengan kurban. Saya bertanya, “Kita ada berkurban, bu?”, “Gak ada”. Saya jadi tidak bisa berkata apa-apa lagi. Karena memang faktor finansial.

Huhu, andaikan nanti saya sudah bekerja dan memperoleh penghasilan sendiri, InsyaAllah saya juga berkurban. Malu rasanya kalau Dhuafa saja bisa berkurban dan ikhlas menyisihkan uangnya. Kenapa kita yang mungkin sudah mampu tidak sedikit pun berniat untuk berkurban?

Padahal esensi berkurban itu sendiri karena rasa cinta pada Allah. Terlihat dari bagaimana Nabi Ibrahim as rela menyembelih anaknya, Nabi Ismail. Ini bukti bahwa tidak ada tawar menawar dalam beribadah kepada Allah. Sama seperti seorang ibu yang saya tonton di salah satu stasiun TV. Beliau hanya pembantu rumah tangga tapi bisa menyisihkan uangnya jutaan rupiah dan bisa berkurban. Subhanallah. Kalau memang sudah cinta pada Allah, apapun bisa dilakukan. Ini lah takwa seorang hamba pada penciptanya.

Nah, untuk kita semua. Apa sudah memasang niat untuk berkurban nantinya? Apa sudah berniat untuk naik haji atau menghajikan orang tua? Apa sudah mantap ibadah dan intropeksi dirinya? Ya, saya juga sedang berusaha. Semoga kita semua juga begitu.

Di malam takbiran ini saya menulis apa yang bisa saya tulis. Saya pun sekedar mengingatkan diri melalui tulisan, bahwa selalu ada waktu untuk berubah dan meluruskan niat. Terlebih lagi hari ini adalah hari kelahiran ibunda. Kini ibu sudah termasuk kedalam kategori lanjut usia. Ketika tahu hari spesial ini, saya langsung memeluk ibu dan berdoa agar ibu selalu dalam lindunganNya. Meski dengan tubuh yang sudah melemah dan wajah yang keriput, bagi saya ibu tetap yang tercantik di dunia.

Semoga dari hari Idul Adha ini kita menjadi pribadi yang lebih baik ya. Menjadi lebih ikhlas dan sabar. Berkurban sebenarnya adalah ikhlas, merelakan sesuatu karena Allah. Nah, menurut saya, jika kini saya belum mampu membeli kambing dan sapi, mungkin suatu hari nanti saya harus bisa ikhlas dengan yang hal lain. Misalnya ikhlas berbagi dengan sesama, sosial dan saling membantu untuk mereka yang kesusahan. Tidak perlu hal besar, tapi bisa dimulai dari hal yang kecil. Jangan sampai seperti artis-artis jaman sekarang, membeli hewan kurban termahal, eh malah jadi riya.

Baiklah, sudahkah kita memantapkan hati? Apa cuma mau melihat dan mendengar orang berkurban? Kita nya kapan? Hehe. InsyaAllah…
Untuk menutup tulisan ini, sekali lagi saya ucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha 1434 H. Mohon maaf lahir dan batin ^_^

Sabtu, 05 Oktober 2013

Depok, ILC UI 2013 (3)

Baiklah, saya akan kembali bercerita tentang pengalama ILC UI di hari kedua J

2nd Day
Setelah sarapan pagi prasmanan dengan peserta yang lain, kami menuju perpustakaan UI. Nah, perpustakaan UI ini memang terkenal dengan fasilitas, kelengkapan buku dan tentu saja kenyamanan pengunjungnya. Untuk acara seminar pertama di hari ini, kami berada di perpustakaan terapung. Kenapa dikatakan perpustakaan terapung? Karena memang perpustakaan yang ini seakan terapung di danau. Suasananya adem, banyak pohon disekitaran danau dan cuaca pada saat itu pun tidak terlalu panas.

  
Seminar dihadiri oleh senator Malaysia. Kali ini bertema “National and Global Challeges in oday’s World”. Sekian lama seminar ini berlangsung, saya sama sekali tidak menangkap intinya. Mungkin karena saya terlalu sibuk memainkan handphone atau juga karena saya duduk dibagian belakang. Huhu

Yang jelas, saya kebingungan memikirkan tiket kepulangan dari jakarta ke Aceh dan bagaimana cara untuk bisa ke Jogja menjenguk adik. Saya rasa seminar pertama di hari ini juga tidak lebih dari kuliah yang disampaikan dosen di kelas -_-



Setelah itu juga Sofside Leadership bagian kedua pada sore harinya. Yah lumayan, tapi sebagian teman-teman saya juga sudah banyak yang lesu. Setelah maghrib ada dialog isnpiratif dengan Goris Mustaqim dan kak Yovita dari Nalacity Foundation. Nalacity adala proyek yang berhasil dijalankan berkat bergabung di ILC UI pada tahun 2010. Kak Yovita ini lah salah satu foundernya.

Ditegur. “Kenapa kamu jauh dari-Ku?”

Allah memberikan teguran kepada hambanya dengan berbagai cara. Dan saya mendapatkan teguran lewat kecelakaan kecil hari ini. Ini mungkin menjadi teguran agar saya lebih berhati-hati di jalan dan juga lebih bisa menjaga hati.

Pagi tadi, sekitar pukul 08.30, saya keluar dari rumah menuju AAC Dayan Dawood. Sebenarnya hari ini memang tidak ada jadwal kuliah. Tapi karena saya sudah bertekad mengikuti seminar AMYLC, saya pun bersiap diri.

Hari ini memang terasa beda dari hari sebelumnya. Hati menjadi tidak nyaman dan gelisah terus-menerus. Saya tahu ini tidak baik terus dibiarkan. Saya pun menyempatkan diri untuk shalat Dhuha sebelum keluar rumah. Sebelum ke AAC, saya juga terlebih dahulu membeli nasi bungkus di tempat biasanya. Mungkin karena keluar dari rumah dengan perut kosong, saya menjadi tidak konsentrasi membawa motor. Naas pun menimpa.

Saat berbelok ke arah kampus (Pertanian), saya terkejut dengan klakson keras sebuah mobil yang sedang melaju kencang. Mungkin saya akan langsung terseret jika tidak mengerem. Tapi disini lah kesalahannya. Sambil berbelok, saya terlalu kuat mengerem. Alhasil saya pun terjatuh. Mobil hitam melewati saya tanpa rasa berdosa. Ya, saya tertabrak dengan aspal!


Astagfirullah. Saya mengucap berulang kali. Apa yang salah dengan saya hari ini? Sepintas saya berpikir. Bukankah tadi sudah shalat sunat Dhuha? Bukankah seharusnya saya sudah tenang? Saya berhusnuzan pada Allah. Ternyata ini teguran. Teguran untuk tidak hanya mengingat Allah pada saat duka. Kemana saya saat suka?

Sambil meringis kesakitan dan mengeluarkan kaki yang terhimpit motor, saya melihat sekeliling. Tidak ada yang peduli. Saya sudah pasrah. Di hari Sabtu tidak terlalu banyak mahasiswa di kampus.

Perlahan saya mencoba mengeluarkan kaki yang terhimpit dan berdiri. Tapi tidak bisa. Akhirnya satpam di kampus pertanian berlari menghampiri dan diikuti teman-teman saya yang lain. Saya menjadi lebih bingung saat teman-teman ikut meramaikan dan semua bertanya, “kenapa Del?”, “Apa yang sakit?”, “Coba duduk dulu”, “Buka dulu tasnya”.. ya Allah, saya bahkan tidak sanggup merespon pertanyaan dan saran mereka. Yang saya tahu, saya merasa sakit seluruh badan. Melemah.

Alhamdulillah, banyak teman-teman yang menghampiri dan membawa saya ke RS terdekat. Jujur saja, saya tidak sanggup menahan tangis. Sedih, sakit, malu, lemah... terasa sangat sakit sekali saat dokter membersihkan luka saya dengan alkohol dan memoleskan salap. Air mata terus jatuh. Sakit.

Apalagi luka ditangan harus dibersihkan sebelum infeksi. Ada banyak pasir yang masuk ke dalam luka. Saya harus menahan sakit yang lumayan itu tanpa berani melihat apa yang sedang dikerjakan dokter. Ah, kaki, tangan, badan, kepala, semuanya lemas.

 Saya berterima kasih sekali atas bantuan teman-teman yang sudah mau membantu. Si kembar Lena Leni, Kak Julaini, Iin, Azwar, Muri, dan Zainuddin. Alhamdulillah masih punya teman-teman yang baik hatinya. Saya pun tidak lupa memberi tahu berita kecelakaan ini pada ayah dan ibu di rumah. Sabar, karena harus dimarahi akibat tidak hati-hati di jalan.

Sekarang betul-betul harus istirahat total di rumah. Rapat di UKM Pers DETaK terpaksa tidak saya hadiri mengingat kondisi badan yang masih terasa nyeri. But, the wounded is not too seriously, I can typing. Alhamdulilllah, I can share this terrible story for you all.

Koleksi obat juga semakin bertambah. Padahal baru saja kemarin 2 kali ke pukesmas. Hah, memang badan ini sudah tidak fit. Bahkan sampai sekarang kata-kata ibu ditelepon masih teringat, 
“kalau ada ibu disamping, gak akan ibu kasih ijin kemana-mana. Seminar lah, rapat lah, ikut ini lah itu lah. Ini karena gak ada ibu, jadi dela suka-suka aja kemana-mana”..
huhu.. ibu memang yang paling perhatian. Merasa bersalah karena tidak bisa menjaga kesehatan diri sendiri dengan baik. Wah, saya harus ekstra perhatian dengan luka-luka ini. Berpikir tentang bekasnya. Oh no..


Apa yang bisa menjadi hikmah dari kisah ini?
Tetap berhati-hati saat berkendara. Tidak ada yang tahu kapan kecelakaan itu terjadi. Tapi setidaknya kita bisa menjaga diri dengan baik. Selalu gunakan helm!
Dan bagi perempuan, memakai kaos kaki itu penting. Ini terbukti saat kecelakaan, saya tidak terluka tidak terlalu parah. Ada kaos kaki yang melindungi. Selain itu kaos kaki juga melindungi kaki dari sengatan matahari yang terik kan? J

Yang terpenting, jangan lupa untuk membaca doa ketika hendak berpergian. Shalat sunat Dhuha lah jika ada waktu. Tetap berhusnuzan pada Allah. saya mengganggap ini adalah teguran. Mungkin selama ini saya sibuk dengan diri sendiri. Mungkin juga karena kurang sabar.

Jangan lupakan Allah sedikit pun.Allah selalu dekat dengan kita. Jika kita kurang beribadah, mungkin Allah akan berkata, “Kenapa kau jauh dari-Ku?”....
Semoga saya, kamu dan mereka selalu mendekatkan diri pada Allah dan dilindungi oleh Allah. Amin.






Jumat, 04 Oktober 2013

Depok, ILC UI 2013 (2)


ILC adalah program besar Universitas Indonesia yang dilakukan tiap tahun. Tahun ini merupakan tahun ke-4 dilaksanakannya ILC sejak selama 3 tahun sebelumnya. Tapi banyak yang berbeda untuk kegiatan tahun ini. ILC kini berkolaborasi dengan ILeaD  (Institute of Leadership Development) UI dan STC (Serantau Transformasi Center) Malaysia. Oleh karena itu, tahun ini bukan ILC UI saja, tapi juga ada NLC (Nusantara Leadership Camp). NLC mengundang 25 mahasiswa berprestasi dari Malaysia dan Thailand. Jadi total peserta ILC-NLC UI tahun ini adalah 125 orang. Wowow! Tentu saja pengalaman yang berkesan bagi saya.

1 st Day


Setelah sempat tersesat di kawasan UI, saya dan Aula akhirnya tiba di Wisma Makara UI sekitar pukul 10 an dengan menggunakan bikun (Bis Kuning). Memang tidak terlalu banyak peserta yang tiba saat itu. Panitia juga tidak banyak terlihat. Setelah ditanya, ternyata mereka sedang sibuk menjemput peserta lain di beberapa hot spot penjemputan. Karena kontrakan Ninis tidak terlalu jauh dari UI, ya kami kami hanya cukup berjalan kaki. Cukup hanya perlu berwajah tebal ketika berjalan di gang menuju stasiun kereta UI. Banyak mahasiswa memandang keheranan pada kami karena harus membawa koper sepanjang jalan.


Sesampai di Hotelnya UI ini, rasa lelah menjadi sangat terasa ketika saya dan teman-teman lainnya belum bisa chek-in. Agak kecewa sebenarnya karena panitia terkesan tidak siap dengan kedatangan kami. Bayangkan saja, berpuluh peserta yang datang dari jauh, tapi ketika ingin beristirahat di wisma, mereka terpaksa menunggu lagi. Capek deh.

Menuju siang, setelah mengganti pakaian yang lebih formal, semua peserta ILC siap menuju Balai Sidang UI. Kami akan mengikuti Grand Opening yang dibuka oleh Direktur Kemahasiswaan UI, Direktur IleaD, Menteri Dalam Negeri Malayasia dan orang penting UI lainnya. Padahal jujur saja, saya merasa tidak fit. Terasa lelah sekali. Meski demikian harus tetap semangat karena ini adalah hari pertama ILC. Masak hari pertama udah KO kan? Gak lucu. hehe



Setelah grand opening yang cukup meriah, acara dilanjutkan dengan seminar Nusantara dengan tema “Refleksi Sejarah dan Kepemimpinan Nusantara”. Yah, seperti seminar lainnya. Ada diskusi dan tentu saja pembahasannya masih berkaitan dengan pemuda dan Nusantara.


Intinya, dari pagi hingga sore kami semua disuguhi dengan berbagai seminar. Seminar ini mengundang beberapa tokoh yang juga tidak sesuai dengan bayang-bayang saat pertama sekali mendaftar ILC. Tidak ada Dahlan Iskan, tidak ada Habibie dan masih ada tokoh yang “tidak ada” lainnya. Very dissappointed

Hanya saja saya merasa sedikit terhibur dengan acara pada malam harinya. Ada Softside Leadership Development Training oleh Pak Arif Munandar. Beliau sangat inspiratif. Memberikan pencerahan kepada kami semua tentang sikap kepemimpinan yang baik dan hal-hal lainnya yang saya anggap SERU. Wah, tidak bisa ditulis dengan kata-kata. Saya jadi kembali rindu jika mengenang masa-masa inspiratif ini.

Pukul 12 malam kami kembali ke Wisma Makara. Memasuki kamar dengan wajah lesu. Tapi tidak menggoyahkan niat saya untuk berkenalan dengan teman sekamar. Ada Yessi dari Lampung dan Nadirah dari Malaysia. Nice to meet you all gals!



Di postingan selanjutnya saya akan bercerita di hari ke-2. Keep it update! hehe

Perlu dicicil nih tulisan. Banyak tugas lainnya. See ya!

Kamis, 03 Oktober 2013

Depok, ILC UI 2013 (1)

Akhirnya saya memberanikan diri dan membunuh rasa malas untuk blogging lagi. Setelah dipikir-pikir, rasanya akan sia-sia kalau pengalaman ini tidak saya tulisan. Yah, setidaknya semoga kamu yang membaca jadi sedikit terhibur dan terinspirasi dari cerita perjalanan ini.

Pada tanggal 4 September yang lalu, seperti tulisan sebelumnya Alhamdulillah saya mewakili jurusan, fakultas, universitas, dan Aceh, untuk berangkat ke Jakarta dalam rangka menjadi delegasi di kegiatan ILC UI 2013. ILC UI ini adalah salah satu program tahunan dari rektorat Universitas Indonesia. Jadi, setelah melewati seleksi berkas yang terdiri dari CV, dan rancangan social project, saya dan teman saya, Aula, pun terpilih. Alhamdulillah.

Ini adalah pengalaman saya stay di Jakarta selama lebih dari seminggu. ILC UI memang  dilaksanakan pada tanggal 4 September 2013. Tapi karena saya takut telat sampai kesana dan juga karena didorong keinginan jalan-jalan terlebih dahulu, saya dan Aula pun memutuskan untuk berangkat pada tanggal 1 September. Serunya keberangkatan dimulai pada saat di Bandara Sultan Iskandar Muda. Kebetulan pada saat itu saya juga berangkat dengan ibu dan adik. Si adik kuliah di Jogya. Sudah hampir sebulan dia di Meulaboh. Jadi ibu juga ikut mengantarkan dia kembali ke Jogja. Berangkatnya sekalian. Hehe  J

Wah, ternyata penerbangannya delay! Sungguh membosankan.
Akhirnya sekitar pukul 15.00 dari bandara Sultan Iskandar Muda, saya dan Aula menuju Jakarta. Perjalanan alhamdulillah aman terkendali. Hanya saja saat transit di Bandara Kuala Namu saya juga harus ekstra sabar lagi karena harus menunggu keberangkatan ke Jakarta dalam waktu 30 menit! Itu pun harus menunggu di pesawat. Bayangkan saja. Bosan selama 30 menit gak bisa lakuin apa-apa.


Akhirnya saya tiba di Jakarta sekitar pukul 20.00. Sebelumnya saya sudah mempunyai LO. Ninis namanya. Selama ini kami hanya berkomunikasi via sms dan whatsapp. Dengan bantuannya juga, Alhamdulillah saya bisa tinggal di rumahnya sampai tanggal 4.

Dari Bandara Soekarno-Hatta, kami menuju pasar minggu. Menjadi hal yang sangat tak terlupakan karena kami berdua turun lebih cepat sebelum tempat pemberhentian bus. Ya alhasil kami harus menarik koper yang cukup berat sampai ke pangkalan ojek dan angkot. Hehe

Karena keadaan perut yang cukup keroncongan, akhirnya kami singgah di warteg. Setelah beberapa lama kemudian, saya bertemu dengan Ninis. Ternyata benar, sosok Ninis adalah orang yang sederhana, alim dan ramah. Tidak disangka akhirnya saya bisa bertemu langsung dengannya. Di Jakarta J

Kami pun menggunakan angkot ke jalan kober, tempat tinggal Ninis. Cukup jauh juga. Haha. Apalagi kami harus berjalan kaki ke arah rumahnya dari ujung jalan besar . Angkot tentu saja hanya mengantarkan kami didepan jalan. Ternyata harus jalan kaki juga ke lorong rumahnya. Jauuh..

Sindiran Heboh: Yang Gaji Kamu Siapa?

Sejak video seorang Menteri Kominfo Rudiantara, beberapa waktu lalu beredar dan menghebohkan sejagat dunia maya dan dunia nyata, saya pun t...