Sugiyanto adalah
satu dari sekian orang dinegeri ini yang terjepit dalam gemelut ekonomi sehingga
bergantung pada keberuntungan menjual organ vital. Mendapatkan rupiah berpuluh
juta dinegeri ini ternyata memutar pikiran dan perasaan masyarakat ekonomi
kebawah untuk menjual salah satu ginjalnya. Suginyato, menjadi sosok yang kian
dilirik media semenjak kasusnya menyinggung ekonomi dan pendidikan di negeri Zamrud
Khatulistiwa.
Kenekatan menjual
ginjal adalah jalan keluar terakhir untuk menebus ijazah anaknya yang ditahan
oleh pihak Pasantren Al Asyiriah, Bogor. Biaya yang harus ia bayar untuk
membayar ijazah SMP dan SMA anaknya adalah 17 juta ditambah biaya adminstrasi
Rp 20.000,-/hari. Sungguh biaya yang sangat mahal, terutama untuk seorang ayah
yang hanya berprofesi sebagai tukang jahit.
Mungkin kita semua
juga tidak asing lagi dengan berita yang sempat melejit di pertengahan tahun
lalu ini (Juni 2013). Kasus yang dengan sangat cepat dibeberkan oleh media ini diawali
persoalan yang cukup simpel, “ijazah”. Rasanya kok ada sih kasus seperti
ini terjadi di Negeri Meutuah)* kita?
Negeri yang digadang-gadang dengan semboyan Gemah
Ripah Loh Jinawi)*. Negeri yang punya sumber daya alam yang sungguh luar
biasa melimpah.
Kasus penjualan
ginjal ini mulai “menyenggol” saya lagi ketika mendengar update berita terbaru disalah satu stasiun televisi swasta
(16/5/2014). Shara Meilanda Ayu, yang akrab disapa Ayu hilang dari rumah selama
1 bulan. Ada apa gerangan? Pasalnya Ayu
hilang bersama pacarnya dan tidak mengikuti kuliah beberapa kali. Ini sungguh
mengecewakan ayahnya yang berjuang hingga rela hampir menjual ginjal
berharganya.
Ayu mendapatkan
sorotan dari media dan berhasil menggugah Moh. Nuh, Menteri Pendidikan RI, untuk
membantu keluarga malang ini. Diterima sebagai salah satu mahasiswa Politeknik
Negeri Jakarta meski nilai tidak mencapai standar merupakan hal yang sangat
disyukuri oleh Sugiyanto. Tapi kini ia hanya bisa menanggung malu karena merasa
masih punya tanggung jawab moral pada Pak Menteri. Anak yang dulunya membuatnya
rela berpanas-panasan mencari pembeli ginjal akhirnya hilang bersama pacar yang
tidak jelas. Niat ikhlas yang ia abadikan di hati akhirnya sirna semenjak
anaknya mulai menunjukkan keinginan tidak ingin melanjutkan sekolah.
Jual Ginjal adalah
Life Style?
Ya, bisa jadi. Karena
pada dasarnya menjual ginjal terjadi akibat desakan tuntutan ekonomi. Sehingga
masyarakat mencari jalan pintas untuk mendapatkan solusi permasalahan hidup.
Menjual ginjal sebenarnya tidak hanya terjadi masyarakat kalangan bawah maupun
menengah ke bawah. Ini bisa juga terjadi pada masyarakat kalangan atas yang prinsip
“punya segalanya”. Tapi melihat tuntutan ekonomi dan zaman modern sekarang ini,
masyarakat menjual ginjalnya karena life
style yang penuh dengan gengsi semu. Demi membeli tas bermerek, baju mahal,
dan perhiasan, tentu saja tidak menutup kemungkinan menjual ginjal untuk
mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Untungnya Indonesia masih tergolong negara yang masyarakatnya
tidak terlalu nekat dibanding negara-negara lain. Persentasenya bisa dikira jika
menjual ginjal dikarenakan faktor ekonomi. Meski merupakan organ yang paling
vital, ternyata banyak orang yang mengorbankannya. Lalu, patutkah ini dijadikan
suatu life style di negara kita? Think again.
Saya kira, banyak orang yang menjadikan ginjal sebagai pelarian
karena mereka tidak tahu persis apa fungsi penting dari sebuah ginjal. Meskipun
kita semua memiliki dua ginjal, rasanya akan berbeda hanya hidup dengan satu
ginjal. Two is better than one.
Faktor tendensi ekonomi dan ketidaktahuan dalam masyarakat
adalah penyebab mengapa seseorang memutuskan untuk menjual ginjal. Menjual ginjal dengan alasan faktor
ekonomi jelas hanya jalan keluar jangka pendek. Beda halnya jika ginjal
dibutuhkan untuk transplantasi untuk mereka yang membutuhkan.
Apa Rasanya Hidup
dengan Satu Ginjal?
Setiap manusia
memiliki 2 ginjal, dikanan dan dikiri tulang belakang. Sebagai organ vital
ekskresi, ginjal berfungsi penting untuk menyeimbangkan cairan dan zat. Jika
ginjal sudah tidak berfungsi normal dan dalam keadaan kronis stadium akhir,
maka diperlukan transplantasi ginjal sehingga nantinya dapat meningkatkan
kualitas hidup.
Hidup dengan satu
ginjal, tentu ada yang berbeda. Jika seorang pendonor ginjal tidak sehat, maka
sudah bisa dipastikan ginjalnya juga tidak sehat sehingga hidup dengan satu
ginjal bisa membuat kesehatannya semakin memburuk. Seorang pendonor harus
dipastikan kesehatannya terlebih dahulu jauh dari penyakit hipertensi dan
diabetes.
Memang ada
sebagian orang yang bisa hidup normal dengan satu ginjal. Tapi tetap saja ia
harus bisa menjaga kesehatannya dengan baik karena jika terlalu lelah dan daya
tahan tubuh melemah, justru ginjal tersebut akan ‘memberontak“. Jadi, sebelum
sakit, mari kita jaga ginjal berharga ini dengan baik. Menjaga kadar gula,
darah dan tentu saja menghindari rokok.
Relasi Kesehatan, Ekonomi dan Pendidikan
Apa benang merah
yang bisa kita ambil dari semua kasus penjualan ginjal? Kasus Sugiyanto yang
seakan-akan dipersulit hanya karena ijazah mengindikasikan bahwa ada yang tidak
beres dalam sistem pendidikan. Sembari demikian, ini juga membuktikan bahwa
ekonomi masyarakat tidak lah diatas rata-rata. Dan akhirnya memilih jalan mengorbankan kesehatan demi sejumlah rupiah.
Sungguh miris.
Setidaknya saya
juga bisa menarik kesimpulan bahwa negara berperan penting dalam masalah ini.
Negara juga harus berperan untuk memajukan demokrasi ekonomi. Jangan sampai
alasan ekonomi dijadikan embel-embel untuk mengorbankan kesehatan dan memihak
pada pendidikan yang serba riweuh)*.
Sungguh sangat
disayangkan jika terlalu banyak anak seperti Ayu yang tidak bersyukur sudah
diberikan ayah yang begitu bersemangat menyekolahkan anaknya, rela mengorbankan
ginjal berharganya dan bahkan sudah mendapatkan perhatian dari kementerian
pendidikan. Kecewa rasanya kok ada sih anak yang malah memilih lari ke
pacarnya dan mengabaikan tanggung jawab moral pada ayahnya? Dapat beasiswa dari
Pak Menteri pula untuk masuk kuliah.
Tapi ayah tetap
lah ayah.
“Bapak rela jika kamu tidak mau kuliah lagi.
Mungkin kamu malas untuk berpikir dengan kuliah. Bapak hanya ingin
membahagiakan kamu. Jika kamu lebih bahagia dengan tidak kuliah, Bapak rela.
Pulang lah, nak“. Ujar
Sugiyanto, dengan nada tegar di stasiun televisi malam itu.
Tak lama kemudian
Ayu menelepon ayahnya secara live. Ternyata
ia sudah pulang kerumah saat tahu ayahnya diwawancarai. Ia mengaku malu jika
ayahnya harus membeberan semuanya di media. Sangat disayangkan, niat
ikhlas orang tua tidak dihargai pada anaknya.
Saya banyak
belajar dari kasus ini. Hingga menggerakkan jari-jari saya untuk beropini lewat
tulisan. Semoga kita semua bisa belajar dari pengalaman orang lain. Terutama hikmah
bagaimana menghargai usaha dan niat ikhlas dari orang tua. Sungguh, orang tua
memberikan terbaik untuk anaknya meski harus mengorbankan nyawa [].
Note :
Gemah Ripah Loh Jinawi : Tentram dan makmur serta subur tanahnya
Meutuah : (Bahasa Aceh) : Baik, damai, ten
Riweuh : (Bahasa Sunda), Ribet, Rumit, Repot
4 komentar:
Sayangnya hanya sang "AYAH" yang benar-benar tulus dan bertindak "benar"
Lalu dimana peran pemerintah?institusi pendidikan?institusi kesehatan?masyarakat umum? tokoh Ayu (anak/pelajar)?
Akhirnya kita tidak bergerak ke arah solusi, karena dalam proses penyelesaiannya kita hanya menggunakan konsep "wing" bukan "wings". Karena hanya satu pihak (wing) yang ber'itikad baik, maka hasilnya tidak maksimal. Jangankan memberikan solusi, malah kita semakin terjerumus dalam lubang "kenistaan, kehinaan dan kesemrawutan". Akhirnya ini hanya menjadi sebuah tontonan yang sifatnya mencibir dan saling menyalahakan.
Kuncinya ada di semangat kebersaman, kolaborasi dan integrasi dari komponen terkait untuk meng"troubleshoot" segalanya. Bagaimanapun juga, burung tidak akan terbang dengan satu sayap bukan?
Tentu, burung tidak akan bisa terbang dengan 1 sayap. Ia butuh 2 sayap :)
Oleh karena itu, kita yang menjadi masyarakat harus kritis dan membuka pikiran. Stand up, Speak up dan Take Action! Kita bukan mendiskusikan masalah, tapi bagaimana caranya masalah ini kita carikan solusinya. Tugas kita bersama :)
Terima kasih sudah berkunjung, kanda
dela bisa poskan hasil dan teknik dalam pertanian mencapai pangan terbaik
Maksudnya yang tentang apa? nanti heri langsung saja ke blog Dela yang satu lagi. Ada di malanove.wordpress.com
Posting Komentar