Aku tidak pernah tahu makna dari sebuah layang-layang. Ya, yang aku tahu ia
hanya sebuah permainan yang sering dimainkan adikku saat masih kecil. Tidak
lebih. Pada saat itu adikku sibuk membuat layangan sederhana yang terbuat dari
plastik dan lidi. Setelah selesai ia berlari sambil mencari angin yang tepat
agar layang-layangnya bisa terbang tinggi. Hanya sebatas itu. Layang-layang
tidak lah begitu spesial untukku.
Hingga akhirnya memori membawaku untuk berpikir lebih dalam tentang makna
sebuah layang-layang. Pikiran tentang layang-layang membuatku melayang semenjak
ibu menjelaskan mengapa perempuan harus menjaga hati dan kehormatannya. Lalu
sepintas aku merasa malu. Aku mungkin belum sepenuhnya menjadi apa yang ia
harapkan.
Sebuah layang-layang pastilah mempunyai benang yang berkualitas. Sangat
mustahil jika layang-layang dapat terbang tinggi jika benangnya tidak kuat.
Layang-layang membutuhkan benang untuk dapat terbang, tanpa benang ia hanya
akan menjadi barang yang tak berguna dan menjadi sampah.
Benang berkualitas tentu saja berharga lebih mahal dari benang biasa, tak
akan kalah meski diadu dengan benang yang lain. Tak ada benang lain yang
memutuskannya. Layang-layang dan benang adalah sepasang jodoh yang dari sana
telah ditakdirkan berpasangan.
Tapi ada juga layang-layang yang hanya mampu terbang rendah, benangnya tak
cukup bagus untuk menahannya terbang lebih tinggi. Ada pula layang-layang yang
kemudian putus, tak mampu benang menahan layang-layang itu untuk tetap terikat,
kalah oleh kuatnya angin.
Ada juga yang bermain adu layangan, saling bergesekan benang dengan benang
yang lain. Akhirnya lagi-lagi salah satunya putus, benang dan layang-layang
terpisah. Layang-layang yang kalah tak akan lagi berharga, benang yang kalah
tak akan lagi dipakai. Disimpan, menjadi usang, dan mungkin saja dibuang.
Namun, ada pula layang-layang yang mampu terbang tinggi. Benang mampu
menjaganya terbang dengan tenang. Angin yang menerpa tidak lah seberapa selama
layang-layang masih bisa dikendalikan dan benang masih bisa dipertahankan.
Layang-layang ini lah yang tentu saja diharapkan.
Laki-laki adalah layang-layang dan perempuan adalah benang. Tanpa
perempuan, laki-laki tak akan menjadi apa-apa. Dibalik ketinggian (kesuksesan)
laki-laki, ada perempuan dibaliknya. Oleh karena itu, bagi perempuan, jadilah
seperti benang yang berkualitas terbaik. Buatlah layang-layang kelak terbang
setinggi-tingginya, karena setinggi apapun ia terbang, ia selalu terikat dan
akan bergantung dengan perempuan. Jagalah layang-layang agar dia tidak putus
dan hilang arah, ingatlah bahwa layang-layang selalu ingin terbang tinggi.
Perempuan memang mengikat, tapi ia senantiasa tahu manakala harus bersikap
(memanjang dan memendekkan sulurnya).
Begitulah analogi dari sebuah layang-layang. Mengagumkan bukan? Sungguh
setiap hal yang ada didunia ini punya makna. Tergantung kita menilainya.
Tergantung bagaimana kita bisa belajar dari setiap celah kehidupan ini. Baik
benang, layang-layang, dan angin adalah tiga hal yang saling berhubungan.
Ini bukan hanya dari cerita Ibunda, tapi juga
dari tiap kata-kata yang pernah kubaca. Aku ingin menjadi sebaik-baiknya benang
untuk layang-layangku. Menjadi perempuan yang kuat, sabar dan selalu bisa
memotivasi sang terkasih mencapai kesuksesannya. Lalu kau mau jadi benang yang seperti apa? Layang-layang yang seperti apa?
4 komentar:
kalau layang-layangnya robek karena terpaan angin gmna tu?
ceritanya bagus, keep doing yaa :D
Kalau robek, jangan putus asa, yang penting teteup keep fighting!
Saya sebagai penonton "geulayang tunang" menanyakan, siapakah layang-layang Keumala?
Hehe, bagus ya tulisannya. Bang Lintasanpena aja terkesima tuh. :D
Haha. Sebagai orang yang hanya melihat "geulayang tunang", cuma bisa bilang, Layang-layang Keumala akan tiba pada waktu yang tepat bang. ahai :p
Posting Komentar