Minggu, 20 April 2014

Simposium yang Membawa Berkah

Di pagi hari Kamis lalu (17/4/2014), saya sedang asik menonton “Rush” sendirian di rumah. Pada saat itu saya benar-benar sedang tegang melihat aksi Niki Lauda (Daniel Bruhl). Ia mempertaruhkan 20% resiko hidupnya di arena F1, Jepang, melawan rival nya yang paling berat, James Hunt (Chris Hemsworth). Tiba-tiba handphone saya berdering  tanda ada panggilan masuk. Saya agak ragu sebenarnya karena harus “me-pause” adegan yang paling keren itu. Hehe. Akhirnya pun saya menjawab panggilan. Wah ternyata itu adalah panggilan dari dosen saya, Pak Baihaqi. Kira-kira begini lah pembicarannya.
“Keumala, kamu sedang dimana? Apa ada di kampus?”, tanya beliau.
“Gak pak, kebetulan keumala sedang dirumah”...(dan belum mandi), *haha
“Bisa kamu segera ke kampus untuk meliput berita? Saya perlu rilis beritanya dan kalau bisa kamu kirimkan beritanya nanti ke media”, jelasnya
Wah, keumala kok gak tau informasinya ya pak? Acaranya sudah dimulai pak?”, saya bertanya dengan nada agak gugup.
“Belum, ini masih pembukaan. Segera datang ke kampus ya”
“Baik pak...”
Jeng jereeng. Dengan keadaan masih bau asem karena belum mandi, akhirnya saya mengalah untuk tidak lanjut menonton Niki Lauda yang super keren itu. Ke kampus  saya memakai baju DETaK. Baju itu memang saya pakai tiap kali meliput berita. Saya juga membawa identitas diri sebagai wartawan.

Tiba di kampus, tepatnya di ruang MPR (Multi Room Purpose) saya agak kelabakan melihat banyak sekali orang-orang berbaju dinas dan dosen-dosen diluar ruangan. Sebaliknya, tidak banyak mahasiswa yang terlihat. Hingga akhirnya acara dimulai, saya pun memberanikan diri masuk ke ruangan dan mencatat apa yang perlu dicatat.
Simposium Pangan
Dan ternyata, Fakultas Pertanian mengadakan Simposium Pangan dengan tema “Mengembalikan Aceh Sebagai Lumbung Pangan Nasional”. Simposium ini diadakan untuk menyambut ulang tahun ke-50 tahun Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala.
Simposum Pangan yang berlangsung dari pagi hingga sore hari mengundang beberapa pembicara yaitu Hasballah Bin M. Thaib (Bupati Aceh Timur), Agus Bambang (Kabid Perlindungan Tanaman Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan), Muhammad Tanwier Mahdi (Wakil Ketua I DPR Aceh), Perwakilan Kementerian Pertanian, perwakilan PT. Sygenta Indonesia dan Bank Mandiri.
Simposium ini sebenarnya adalah serangkaian acara dalam rangka menyambut ulang tahun emas (50 tahun) Fakultas Pertanian. Ini adalah simposium pertama sebelum 3 simposium lain yang akan dilaksanakan pada bulan 6,8, dan 11.
Setelah mewawancarai Bu Yuliani Aisyah, selaku ketua panitia simposium yang juga Ketua Jurusan THP (Teknologi Hasil Pertanian), di simposium ini diundang beberapa stakeholder seperti Pemberi Kebijakan, Pemberi Anggaran dan Pelaksana.
Yang saya dapatkan selama duduk diruangan adalah Aceh dalam 10 tahun terakhir ini mengalami penurunan dalam hal pembangunan pertanian dan kontribusinya terhadap nasional.  Persentasenya 3,79% di tahun 2004 menjadi 2,18% di tahun 2012. Aceh bukan lagi menjadi lumbung pangan karena banyak hasil produksi didistribusi ke luar daerah, ke Medan contohnya.
Namun sebenarnya Aceh memiliki potensi untuk menjadi lumbung pangan, terutama jika lahan yang ada benar-benar di optimalkan untuk pertanian. Aceh Timur merupakan kabupaten yang diharapkan menjadi lumbung pangan untuk komoditi Jagung, Padi dan Kedelai.
“Kita butuh lahan produktif, yaitu lahan abadi yang berfungsi untuk menciptakan benih-benih unggul nantinya. Lahan tersebut bisa kita tanami dengan tanaman palawija. Jadi, ketersedian lahan adalah hal yang terpenting saat ini”, ungkap Hasballah Bin M. Thaib, Bupati Aceh Timur dalam penyampaiannya.
Mengembalikan Aceh sebagai lumbung pangan dapat dilakukan dengan cara mengoptimalkan areal dan membuka areal baru untuk tanaman yang berpotensi baik untuk ekonomi rakyat. Meskipun banyak faktor pembatas seperti varietas benih, dan bantuan anggaran, namun tantangan ini harus siap dihadapi oleh tiap stakeholder agar muncul solusi.
Harapan menjadikan Aceh sebagai lumbung pangan tidak akan terwujud jika mekanisme antar stakeholder selama ini tidak diperbaiki. Baik dari pemeritah pusat, provinsi maupun kabupaten. Lahan yang sudah ada harus dioptimalkan dan jika perlu dibuka areal khusus untuk pertanian termasuk lengkap dengan irigasi dan kebutuhan lain yang mendukung.
Sebagai pendengar yang baik dengan polpen dan kertas yang ada ditangan, saya menangkap ada emosi yang mucul diantara pembicara. Hal ini terbukti saat Bupati Aceh Timur, Rocky (Panggilan gaul Bupati Aceh Timur) seperti memojokkan pihak DPR dan Dinas yang menganggap kucuran dana untuk program di kabupaten banyak “disembunyikan”. Tapi Alhamdulillah simposium masih tetap berjalan dengan lancar karena pada akhirnya emosi mereka tidak menimbulkan suat permasalahan. Emosi hanya sedikit terpancing karena masing-masing memberikan opini yang berbeda.
“Yang paling penting sekarang ini adalah ketersedian benih”, ujar Agus Bambang, perwakilan dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Aceh. Sedangkan Bupati Aceh Timur mengatakan bahwa yang paling penting itu adalah ketersediaan lahan. Jika lahan produktif sudah ada, maka akan mudah bagi kita untuk menciptakan benih. Pendapat boleh beda sih, tapi tujuan tetap sama kan? Setuju?
Ngobrol Bareng “Petinggi”
Coba pikir, apa enaknya sih jadi Wartawan? Jalan kesana kesini, panas-panasan, dll. Tapi tahukah kamu? Sebagai pihak yang paling netral, sebenarnya wartawan adalah profesi yang paling keren. Kenapa? Karena kita dapat bertemu dengan orang-orang hebat dan saling bertukar pikiran. Ya, ini lah yang saya rasakan.
Pukul 12.00, setelah simposium berakhir, saya mencari ketua panitia simposium untuk menanyakan hal-hal lain yang menunjang rilis. Ketika saya bertemu dengan ketua panitia, saya malah disuruh bergabung dengan rombongan yang terdiri dari Dekan, Ketua Jurusan, Bupati Aceh Timur beserta staff, perwakilan dari PT.Sygenta Indonesia dan  Kementerian Pertanian. (Wah ada apa ini? Saya kan cuma mau nanya sedikit saja. Kan gak mesti ikut rombongan orang hebat itu kan? Haduh. Saya kan jadi maluuu) Dengan perasaan agak gugup, akhirnya saya masuk ke mobil Pak Dekan. Agar tidak terlalu kaku, saya mencoba bersikap “luwes” dan memulai pembicaraan dengan Bu Yuliani, Ketua Jurusan THP.
Akhirnya setelah makan siang (ditempat yang saya kira agak elit), saya pun akhirnya dipersilahkan untuk “ngobrol” dengan Pak Bupati dan perwakilan dari Kementerian Pertanian. Yaah, sebenarnya saya masih amatiran. Tapi saya berusaha profesional. Mencoba bertanya, mengerti dan kembali bertanya agar tidak terlihat kaku.
Setelah bertanya panjang lebar, akhirnya saya beserta rombongan kembali lagi ke kampus dan melanjutkan sesi siang.  Pada malam hari, akhirnya berita berhasil terpublish di DETaK. Beritanya bisa baca di sini. Tapi sayangnya saya belum sempat mengirim ke Serambi karena tulisan saya terlalu telat dikirim.
So, saya merasa bahwa “Do what you love and love what you do” adalah benar adanya. Saya menyukai jurnalistik dan akhirnya saya bisa bertemu langsung dengan narasumber secara langsung. Berkahnya bukan karena saya bisa menikmati makan gratis. Tapi karena saya bisa membawa pekerjaan yang saya sukai ini bermanfaat untuk orang lain melalui tulisan. Wawasan saya pun kian bertambah karena berdiskusi langsung dengan orang-orang yang sudah ahli dibidangnya. Semua pekerjaan adalah baik jika kita melaksanakannya dengan ikhlas, benar kan?






Tidak ada komentar:

Sindiran Heboh: Yang Gaji Kamu Siapa?

Sejak video seorang Menteri Kominfo Rudiantara, beberapa waktu lalu beredar dan menghebohkan sejagat dunia maya dan dunia nyata, saya pun t...