Saat aku bernostalgia lagi dengan catatan di facebook, terlihat lah salah satu
postingan terpanjang saat masih kuliah semester pertama. hehe
Ini kisah saat aku mengikuti ospek di
Indra Puri, Aceh Besar. Setiap pengalaman yang aku dapat adalah hal yang tak
akan terlupa. Setiap moment, setiap detik. Karena itulah aku repost di blog.
Siapa tau bisa jadi hiburan dan tambahan pengalaman untuk orang lain ^_^
Judulnya mungkin terlihat aneh dan lucu,
tapi sebenarnya judul catatan ini tidak asal-asalan. Banyak kenangan pahit dan
manis terjadi sehingga timbul judul ‘inovasi si ulat bulu’. Jika tidak segera
dirangkai dengan kata-kata, pengalaman yang sangat menarik ini rasanya akan
terlupakan dan sia-sia. Oleh karena itu, saya minta maaf pada pihak tertentu,
terutama untuk para senior di fakultas pertanian yang mungkin tidak sengaja
membaca catatan saya ini.
Ini adalah kisah masa-masa pertama saya
saat saya resmi menjadi mahasiswi fakultas pertanian. Kisah kedua yang tak akan
terlupakan setelah kisah saya berkompetisi di Jakarta mewakili Aceh beberapa
tahun lalu. Mungkin kata ‘ospek’ adalah kata yang sangat menakutkan di
perguruan tinggi. Tapi inilah adanya… meski kata ‘ospek’ sudah diganti dengan
kata-kata yang lebih halus, tapi bagi saya, ‘ospek’ tetaplah ‘ospek’ yang sudah
menjadi tradisi untuk meresmikan mahasiswa baru.
Dimulai dengan si Ulat Bulu
 |
Ulat Bulu yang siap metamorfosis |
Awalnya aku diharuskan untuk mengikuti
kegiatan ASAP (Ajang Silahturahmi Awak Pertanian).
Aku sih enjoy-enjoy aja…toh pertama aku
berpikir ini adalah kegiatan yang juga mendatangkan manfaat. Kami, mahasiswa
baru di anjurkan untuk ikut berpartisipasi. Selain untuk lebih mengenal
mahasiswa-mahasiswa lain diseluruh jurusan se-fakultas pertanian dan bertemu
dengan para senior, tapi juga untuk kegiatan baksos (Bakti Sosial).
Sehari sebelum kegiatan dimulai, kami
diharuskan membawa karton warna hijau, tali raffia, kacang hijau, bawang putih
8 siung, alat tulis, berpakaian putih hitam dan membawa sebotol air mineral
merek ‘rencong’. Aku sibuk mencari semua bahan pada malam sebelum kegiatan.
Sangat susah mencarinya!! Aku sempat putus asa dan dilema untuk ikut ASAP atau
tidak. Padahal jadwal kuliah umum besok harus aku ikuti. Hari itu bersamaan
dengan hari dimulainya ASAP. Disamping itu, kios-kios kecil untuk membeli
segala perlengkapan untuk ASAP juga sangat jauh dari kos baruku. Aku bahkan
sempat menangis putus asa. Akhirnya dengan segenap kemantapan hati dan ikhlas
menjalaninya, aku pun siap mengikuti ASAP. Pada pukul 7.30 WIB, sambil membawa
sebatang tumbuhan ( bunga rosella yang gak jelas didapatkan darimana..hehe ;D),
aku pergi melangkahkan kaki menuju gedung fakultas pertanian.
Teman-temanku yang mengendarai sepeda
motor ke kampus, tiba-tiba dicegat oleh abang-abang panitia ber-badge name.
mereka dipaksa untuk berjalan kaki ke kampus tanpa ada kendaraan. Kendaraan
mereka disita(Huuft, untung saja aku jalan kaki, jadi kan gak terlalu
ribet!hohoo…)sesampai disana, aku mulai merasakan aura buruk di kegiatan ASAP
itu. Ada salah seorang panitia (sampai sekarang aku tidak tahu namanya-_-)
memukul salah seorang temanku. Pasalnya, kami semua harus memakai kaos oblong
putih. Nah, temanku itu tidak melepaskan jaket yang dia pakai. padahal mungkin
dia masih kedinginan karena harus datang pagi-pagi sekali. kasihan..
Setelah berapa lama menunggu, akhirnya
dibuka juga kegiatan ASAP. Acara dimulai dengan pembacaan ayat suci AlQur-an
yang dibacakan salah seorang panitia ASAP sendiri. awalnya aku sempat
heran mengapa abang yang bergaya nyentrik dan gaul itu mau membacakan
ayat suci AlQur-an. Aneh juga sih…biasanya kan banyak anak muda sekarang
apalagi yang metal-metal itu enggan membaca AlQur-an. Benar kata orang, don’t
judge book by its cover!
Kemudian ketua BEM, menyampaikan sepatah
dua patah katanya. Setelah itu, barulah kata sambutan dari dekan III, Pak
Muhammad Hatta. Kata beliau, kegiatan ini sama sekali tanpa ada unsur paksaan
dan kekerasan. Beliau juga mengatakan, jika ada diantara kami yang jadwal
kegiatan ASAP bersamaan dengan jadwal kuliah, lebih baik kami segera kuliah.
Tapi dalam hatiku berkata lain, “ini bukan seperti yang bapak pikirkan!”.