Saya
ingin berbagi cerita tentang pengalaman mengikuti seleksi JENESYS (Japan-East
Asia of Exchange for Youth and Student) minggu lalu. Agar jejak perjuangan ke Jepang tak hanya
tersimpan di pikiran, tergerak lah hati dan jemari saya untuk menuliskan
pengalaman ini di blog (setelah sekian lama vakum. Hehe). Bukan untuk niatan
untuk showing-off, tapi saya berharap
dengan pengalaman yang saya bagikan ini akan bermanfaat bagi siapa saja yang
membaca. Terutama bagi yang berminat keluar negeri, especially going to Japan.
Sambil
menulis ini, ya saya sebenarnya harap-harap cemas, karena pengumuman hasil
interview JENESYS belum keluar. Hehe. Semoga dengan menulis ini, bisa
mengalihkan kegelisahan hati saya menunggu hasil akhinya..
Well, informasi ini sebenarnya
saya dapati pertama kali dari senior Fakultas Pertanian Unsyiah. Yang saya
tahu, beliau adalah mahasiswa berprestasi di kampus dan pernah mengikuti exchange student di Jepang. Jadi, saya
memang sudah tahu tentang program ini dari dulu. Hanya saja saya belum tergerak
hati untuk mengetahui lebih lanjut.
Cerita
ini bermula dari informasi yang tersebar dari salah satu group whatsapp. Karena
JENESYS mengingatkan saya akan kenangan yang berhubungan Jepang (cieehh),
makanya saya langsung mencari tahu dan bertanya lebih lanjut dengan beliau. Huwoo,
ternyata deadline pendaftaran program ini hanya SATU HARI! Persyaratannya memang
tidak susah. 3 buah esai dengan pertanyaan yang berbeda, scan paspor, dan CV. Awalnya
saya masih bimbang untuk apply. Alasannya
karena saya harus menulis esai dalam bahasa inggris dalam waktu sehari. OMG! Tahu
diri sih sebenarnya. Karena saya paling tidak bisa bekerja dikejar waktu
apalagi dalam keadaan mepet. Biasanya ide menulis saya hilang. Menguap entah
kemana. Tapi setelah berkonsultasi dengan orangtua (ibu saya sangat
menyemangati), akhirnya saya bertekad keras untuk segera menulis. Paspor sudah ada ditangan, tinggal menulis
saja kan? Bisa. Pasti bisa! Motivasi dari orangtua saya lah yang semakin
menguatkan niat saya. Senior saya juga bilang kalau “kepepet itu indah”. Haha.
Kepepet itu Indah
Setelah berkonsultasi dengan dua orang senior
DETaK, dan mempertimbangkan ide menulis dari ayah saya, akhirnya ide datang
juga. Tahun ini JENESYS memberikan tema program “Peace Building” (awalnya saya gak ngerti maksud tema ini apa). Saya
pun memutar keras ide dikepala untuk mendapatkan ide tulisan yang cemerlang dan
cerdas.
Dengan bantuan editor sekaligus translator terbaik
saya (senior di kampus), akhirnya semua berkas berhasil dibereskan pada menit-menit
terakhir, pukul 00.00 WIB. Benar-benar mepet! Setelah mengalami kesusahan dan
kepanikan saat submit aplikasi, akhirnya semua berkas berhasil terkirim. Submitted! Lega, senang dan bersyukur. Akhirnya
jadi submit juga.
Keesokan harinya saya mendapatkan informasi
kalau deadline program ini berlangsung dua hari. Wah, berarti saya salah informasi
dong ya. Bukan salah, tapi saya tidak mencari informasi lebih lanjut. Disatu sisi
saya senang sudah submit, tapi disatu sisi lainnya, saya takut esai yang
dikirim tidak bagus. Merasa tidak optimal karena dibuat dalam keadaan kepepet.
Berlanjut ke
Tahap Interview
Sepulang kerja (tepatnya hari Senin, sekitar
pukul 14.00), tiba-tiba hp saya berkali-kali berdering. Mungkin karena baru
tersambung dengan internet, maka semua pesan bejibun masuk. Eh tiba-tiba saja
saya sudah tergabung di dalam grup “interview
phase jenesys”. Ada apa ini? Tanpa banyak berpikir, saya bertanya di dalam
grup apakah saya lulus ke tahap interview? Jawabannya IYA! Wah, syukur
Alhamdulillah. Untuk memperjelas, saya buka lagi salah satu notifikasi dari
facebook. Salah seorang teman saya di Bandung men-tag saya bahwa saya menjadi
satu-satunya peserta dari Aceh yang lulus ke tahap interview JENESYS. Saya termasuk
salah satu dari 18 orang finalis yang terpilih dari 2300 aplikan yang
mendaftar. Subhanallah! Saya berlari ke arah ayah dan ibu, bergetar dan
menangis. Seakan tak percaya. Bayangan ke Jepang semakin bergentayangan
dipikiran saya.
Rupanya interview langsung dilaksanakan hari
itu juga via skype. Tapi karena saya harus persiapan (mengingat interview
menggunakan full-english), jadi saya meminta waktu lebih kepada panitia. Saya
kembali meminta saran dari senior dan ayah. Saya juga cuap-cuap seperti orang
gila di kaca sambil speaking, dan
saya juga harus membeli headset agar memperlancar interview via skype nanti. Semua
sudah saya persiapkan semampunya. Dan akhirnya masa interview pun tiba… jreng
jereengg..
Any questions?
No. but sorry, My English is very poor
Modal nekat aja sih sebenarnya. Karena kaku
tidak terbiasa lagi berbicara bahasa inggris, saya jadi agak sensitif kalau
masalah speaking ini. Apalagi ini menjadi pengalaman perdana saya diwawancara
langsung dengan menggunakan bahasa inggris. Rasanya gak kebayang deh gimana
raut wajahnya Mas Aryo (interviewer) saat mendengar bahasa inggris saya yang super
duper semrawutan. Blepotan entah kemana aja. Haha. (ini ketawa antara geli
sendiri plus merasa sedih. Huhu).
Sebelum di interview, saya sudah memprediksi
pertanyaan apa saja yang akan muncul. Ini sudah biasa saya lakukan setiap kali
menghadapi wawancara mengikuti beberapa kompetisi. Cara ini saya lakukan agar
saya bisa mengantisipasi mengeluarkan jawaban dengan cepat dan tepat. And it works! Dari 6 pertanyaan prediksi
yang saya buat, ada 4 pertanyaan yang betulan muncul.
Wawancara berlangsung sangat kaku sebenarnya.
Saya pikir wawancaranya akan mengalir asik (wawancara dua arah). Tapi ternyata
tidak. Saya hanya menjawab pertanyaan, dan pewawancara hanya diam. Ketika saya
sudah terdiam karena blank, pewawancara kembali melanjutkan pertanyaan
selanjutnya. Not relax. Huft.
Tapi Alhamdulillah semua pertanyaan terjawab
semuanya. Even I don’t know whether my
answer to the point or not. Hihi. Saya hanya bisa bersyukur, dan tertawa
garing ketika interview selesai. Apa
kabar jawaban-jawabanku tadi? Memuaskan kah? Sudah to the point kan? Atau mungkin
pewawancaranya tidak mengerti apa yang saya sampaikan? Honestly, I was not
confident with my answers. But I did the best! Itulah kemampuan saya.
Pertanyaannya tidak jauh dari esai yang telah
saya buat. Semua pertanyaan dikaitkan satu sama lain. Sepertinya pewawancara
ingin tau lebih dalam seberapa besar keinginan saya mengikuti program ini. Saya
sudah menjawab semampunya, meskipun dengan keterbatasan menjelaskan ide dengan
bahasa inggris.
Beberapa jam setelahnya, akhirnya saya bisa
lebih tenang menerima kenyataan. Saya berusaha ikhlas dengan apapun hasilnya. Ketika
kembali pesimis, saya kembali mengingat nasihat senior saya. Stay believing, stay praying. Spotting your
weakness is right, but don’t underestimate yourself either. Saya hanya bisa
berdoa pada Allah. Karena Dia lah yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
Improve
Yourself!
Nah, jadi apa pelajaran yang bisa saya ambil
dari pengalaman ini?
* Don’t Care about Your TOEFL
Ada beberapa
teman yang bertanya apakah mengikuti program ini membutuhkan nilai TOEFL? Jawabannya
TIDAK. Jika pun kamu tidak punya nilai TOEFL, mantapkan saja niat untuk ikut
berkompetisi. Sejauh yang saya ketahui setelah meneliti beberapa requirements beberapa
kegiatan internasional, biasanya, untuk program exchange dan seminar internasional,
pihak penyelenggara tidak kaku untuk masalah TOEFL ini. Hanya saja, setidaknya
kamu bisa mengerti jika mendengar dan berani berbicara bahasa inggris. Simple kah?
Hehe. Tapi beda kasus jika kamu mengambil beasiswa luar negeri. Syarat TOEFL mutlak
dengan standar tertentu. Biasanya 550 untuk ke luar negeri.
*Complete Your CV and Get Pasport
CV ini adalah
bagian yang sangat wajib kamu lengkapi. Akan lebih baik jika kamu punya dua
versi, yaitu dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Supaya tidak terlalu
ribet, saya sarankan mulai dari sekarang aktif di akun Linkedin. Karena dari
Linkedin, kamu akan punya CV yang terus update dan mudah dipindah ulang jika
sewaktu-waktu dibutuhkan. Saya sudah memiliki paspor sejak tahun 2013. Meskipun
tidak tahu kapan rezeki itu akan datang, tapi saya merasa bersyukur sudah
memilikinya. Bagiku, paspor adalah jalan. Oleh karena itu, jangan ragu untuk
buat paspor dari sekarang ya.
* Improve your English skill (Speaking and Writing)
Menulis tetap
menjadi bagian penting dalam segala hal. Jadi, mulai dari sekarang, ubah lah
mindset bahwa menulis adalah hal yang sepele. Ini benar-benar saya alami. Semua
kegiatan sekarang tetap memperhitungkan skill dalam menulis. Kenapa? Karena dengan
menulis ide akan dapat disalurkan. Berlatihlah untuk juga bisa menulis dalam
bahasa inggris. Update terus hot issues, dan tuliskan dengan cerdas.
Dan…
speaking juga diperlukan. Karena tidak mungkin pewawancara hanya menilai dari
tulisan. So, berlatihlah speaking! Karena akan sangat susah memulai jika kita
tidak membiasakannya dari sekarang.
* Enjoy it. Have faith
Tips terakhir
adalah percaya bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik. Saya sudah
menghilangkan kesempatan ke Jepang tahun 2013 hanya karena pesimis dengan nilai
TOEFL. Tapi kali ini saya sudah berhasil ke tahap interview. Jika juga tidak
dikabulkan oleh Allah, mungkin Allah sedang merencanakan hal yang lain. Keep
believing. Apapun yang terjadi, kesempatan ke Jepang tetap ada di hati dan
pikiranku. Begitu juga denganmu, tetap lah berhusnuzan. Allah akan memberikan
rezeki kepada siapa saja yang Dia Kehendaki.
Finally,
semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua. Jika ada diantara teman-teman
yang ingin sharing, dan ada tulisan saya yang keliru, bisa komentar disini atau
hubungi di media sosial saya. Semoga kita bisa saling berbagi pengalaman. Karena
pengalaman adalah guru terbaik.
1 komentar:
izin menyimak
Posting Komentar