Minggu, 01 November 2015

Ketika JENESYS Kembali Memberi Harapan

Saya ingin berbagi cerita tentang pengalaman mengikuti seleksi JENESYS (Japan-East Asia of Exchange for Youth and Student) minggu lalu.  Agar jejak perjuangan ke Jepang tak hanya tersimpan di pikiran, tergerak lah hati dan jemari saya untuk menuliskan pengalaman ini di blog (setelah sekian lama vakum. Hehe). Bukan untuk niatan untuk showing-off, tapi saya berharap dengan pengalaman yang saya bagikan ini akan bermanfaat bagi siapa saja yang membaca. Terutama bagi yang berminat keluar negeri, especially going to Japan.

Sambil menulis ini, ya saya sebenarnya harap-harap cemas, karena pengumuman hasil interview JENESYS belum keluar. Hehe. Semoga dengan menulis ini, bisa mengalihkan kegelisahan hati saya menunggu hasil akhinya..

Well, informasi ini sebenarnya saya dapati pertama kali dari senior Fakultas Pertanian Unsyiah. Yang saya tahu, beliau adalah mahasiswa berprestasi di kampus dan pernah mengikuti exchange student di Jepang. Jadi, saya memang sudah tahu tentang program ini dari dulu. Hanya saja saya belum tergerak hati untuk mengetahui lebih lanjut.

Cerita ini bermula dari informasi yang tersebar dari salah satu group whatsapp. Karena JENESYS mengingatkan saya akan kenangan yang berhubungan Jepang (cieehh), makanya saya langsung mencari tahu dan bertanya lebih lanjut dengan beliau. Huwoo, ternyata deadline pendaftaran program ini hanya SATU HARI! Persyaratannya memang tidak susah. 3 buah esai dengan pertanyaan yang berbeda, scan paspor, dan CV. Awalnya saya masih bimbang untuk apply. Alasannya karena saya harus menulis esai dalam bahasa inggris dalam waktu sehari. OMG! Tahu diri sih sebenarnya. Karena saya paling tidak bisa bekerja dikejar waktu apalagi dalam keadaan mepet. Biasanya ide menulis saya hilang. Menguap entah kemana. Tapi setelah berkonsultasi dengan orangtua (ibu saya sangat menyemangati), akhirnya saya bertekad keras untuk segera menulis. Paspor sudah ada ditangan, tinggal menulis saja kan? Bisa. Pasti bisa! Motivasi dari orangtua saya lah yang semakin menguatkan niat saya. Senior saya juga bilang kalau “kepepet itu indah”. Haha.

Kepepet itu Indah
Setelah berkonsultasi dengan dua orang senior DETaK, dan mempertimbangkan ide menulis dari ayah saya, akhirnya ide datang juga. Tahun ini JENESYS memberikan tema program “Peace Building” (awalnya saya gak ngerti maksud tema ini apa). Saya pun memutar keras ide dikepala untuk mendapatkan ide tulisan yang cemerlang dan cerdas.

Dengan bantuan editor sekaligus translator terbaik saya (senior di kampus), akhirnya semua berkas berhasil dibereskan pada menit-menit terakhir, pukul 00.00 WIB. Benar-benar mepet! Setelah mengalami kesusahan dan kepanikan saat submit aplikasi, akhirnya semua berkas berhasil terkirim. Submitted! Lega, senang dan bersyukur. Akhirnya jadi submit juga.

Keesokan harinya saya mendapatkan informasi kalau deadline program ini berlangsung dua hari. Wah, berarti saya salah informasi dong ya. Bukan salah, tapi saya tidak mencari informasi lebih lanjut. Disatu sisi saya senang sudah submit, tapi disatu sisi lainnya, saya takut esai yang dikirim tidak bagus. Merasa tidak optimal karena dibuat dalam keadaan kepepet.

Berlanjut ke Tahap Interview
Sepulang kerja (tepatnya hari Senin, sekitar pukul 14.00), tiba-tiba hp saya berkali-kali berdering. Mungkin karena baru tersambung dengan internet, maka semua pesan bejibun masuk. Eh tiba-tiba saja saya sudah tergabung di dalam grup “interview phase jenesys”. Ada apa ini? Tanpa banyak berpikir, saya bertanya di dalam grup apakah saya lulus ke tahap interview? Jawabannya IYA! Wah, syukur Alhamdulillah. Untuk memperjelas, saya buka lagi salah satu notifikasi dari facebook. Salah seorang teman saya di Bandung men-tag saya bahwa saya menjadi satu-satunya peserta dari Aceh yang lulus ke tahap interview JENESYS. Saya termasuk salah satu dari 18 orang finalis yang terpilih dari 2300 aplikan yang mendaftar. Subhanallah! Saya berlari ke arah ayah dan ibu, bergetar dan menangis. Seakan tak percaya. Bayangan ke Jepang semakin bergentayangan dipikiran saya.

Rupanya interview langsung dilaksanakan hari itu juga via skype. Tapi karena saya harus persiapan (mengingat interview menggunakan full-english), jadi saya meminta waktu lebih kepada panitia. Saya kembali meminta saran dari senior dan ayah. Saya juga cuap-cuap seperti orang gila di kaca sambil speaking, dan saya juga harus membeli headset agar memperlancar interview via skype nanti. Semua sudah saya persiapkan semampunya. Dan akhirnya masa interview pun tiba… jreng jereengg..

Any questions? No. but sorry, My English is very poor
Modal nekat aja sih sebenarnya. Karena kaku tidak terbiasa lagi berbicara bahasa inggris, saya jadi agak sensitif kalau masalah speaking ini. Apalagi ini menjadi pengalaman perdana saya diwawancara langsung dengan menggunakan bahasa inggris. Rasanya gak kebayang deh gimana raut wajahnya Mas Aryo (interviewer) saat mendengar bahasa inggris saya yang super duper semrawutan. Blepotan entah kemana aja. Haha. (ini ketawa antara geli sendiri plus merasa sedih. Huhu).

Sebelum di interview, saya sudah memprediksi pertanyaan apa saja yang akan muncul. Ini sudah biasa saya lakukan setiap kali menghadapi wawancara mengikuti beberapa kompetisi. Cara ini saya lakukan agar saya bisa mengantisipasi mengeluarkan jawaban dengan cepat dan tepat. And it works! Dari 6 pertanyaan prediksi yang saya buat, ada 4 pertanyaan yang betulan muncul.

Wawancara berlangsung sangat kaku sebenarnya. Saya pikir wawancaranya akan mengalir asik (wawancara dua arah). Tapi ternyata tidak. Saya hanya menjawab pertanyaan, dan pewawancara hanya diam. Ketika saya sudah terdiam karena blank, pewawancara kembali melanjutkan pertanyaan selanjutnya. Not relax. Huft.

Tapi Alhamdulillah semua pertanyaan terjawab semuanya. Even I don’t know whether my answer to the point or not. Hihi. Saya hanya bisa bersyukur, dan tertawa garing ketika interview selesai. Apa kabar jawaban-jawabanku tadi? Memuaskan kah? Sudah to the point kan? Atau mungkin pewawancaranya tidak mengerti apa yang saya sampaikan? Honestly, I was not confident with my answers. But I did the best! Itulah kemampuan saya.

Pertanyaannya tidak jauh dari esai yang telah saya buat. Semua pertanyaan dikaitkan satu sama lain. Sepertinya pewawancara ingin tau lebih dalam seberapa besar keinginan saya mengikuti program ini. Saya sudah menjawab semampunya, meskipun dengan keterbatasan menjelaskan ide dengan bahasa inggris.

Beberapa jam setelahnya, akhirnya saya bisa lebih tenang menerima kenyataan. Saya berusaha ikhlas dengan apapun hasilnya. Ketika kembali pesimis, saya kembali mengingat nasihat senior saya. Stay believing, stay praying. Spotting your weakness is right, but don’t underestimate yourself either. Saya hanya bisa berdoa pada Allah. Karena Dia lah yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.

Improve Yourself!
Nah, jadi apa pelajaran yang bisa saya ambil dari pengalaman ini?

Don’t Care about Your TOEFL
Ada beberapa teman yang bertanya apakah mengikuti program ini membutuhkan nilai TOEFL? Jawabannya TIDAK. Jika pun kamu tidak punya nilai TOEFL, mantapkan saja niat untuk ikut berkompetisi. Sejauh yang saya ketahui setelah meneliti beberapa requirements beberapa kegiatan internasional, biasanya, untuk program exchange dan seminar internasional, pihak penyelenggara tidak kaku untuk masalah TOEFL ini. Hanya saja, setidaknya kamu bisa mengerti jika mendengar dan berani berbicara bahasa inggris. Simple kah? Hehe. Tapi beda kasus jika kamu mengambil beasiswa luar negeri. Syarat TOEFL mutlak dengan standar tertentu. Biasanya 550 untuk ke luar negeri.

*Complete Your CV and Get Pasport
CV ini adalah bagian yang sangat wajib kamu lengkapi. Akan lebih baik jika kamu punya dua versi, yaitu dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Supaya tidak terlalu ribet, saya sarankan mulai dari sekarang aktif di akun Linkedin. Karena dari Linkedin, kamu akan punya CV yang terus update dan mudah dipindah ulang jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Saya sudah memiliki paspor sejak tahun 2013. Meskipun tidak tahu kapan rezeki itu akan datang, tapi saya merasa bersyukur sudah memilikinya. Bagiku, paspor adalah jalan. Oleh karena itu, jangan ragu untuk buat paspor dari sekarang ya.

Improve your English skill (Speaking and Writing)
Menulis tetap menjadi bagian penting dalam segala hal. Jadi, mulai dari sekarang, ubah lah mindset bahwa menulis adalah hal yang sepele. Ini benar-benar saya alami. Semua kegiatan sekarang tetap memperhitungkan skill dalam menulis. Kenapa? Karena dengan menulis ide akan dapat disalurkan. Berlatihlah untuk juga bisa menulis dalam bahasa inggris. Update terus hot issues, dan tuliskan dengan cerdas.
Dan… speaking juga diperlukan. Karena tidak mungkin pewawancara hanya menilai dari tulisan. So, berlatihlah speaking! Karena akan sangat susah memulai jika kita tidak membiasakannya dari sekarang.

* Enjoy it. Have faith
Tips terakhir adalah percaya bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik. Saya sudah menghilangkan kesempatan ke Jepang tahun 2013 hanya karena pesimis dengan nilai TOEFL. Tapi kali ini saya sudah berhasil ke tahap interview. Jika juga tidak dikabulkan oleh Allah, mungkin Allah sedang merencanakan hal yang lain. Keep believing. Apapun yang terjadi, kesempatan ke Jepang tetap ada di hati dan pikiranku. Begitu juga denganmu, tetap lah berhusnuzan. Allah akan memberikan rezeki kepada siapa saja yang Dia Kehendaki.


Finally, semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua. Jika ada diantara teman-teman yang ingin sharing, dan ada tulisan saya yang keliru, bisa komentar disini atau hubungi di media sosial saya. Semoga kita bisa saling berbagi pengalaman. Karena pengalaman adalah guru terbaik.

Sindiran Heboh: Yang Gaji Kamu Siapa?

Sejak video seorang Menteri Kominfo Rudiantara, beberapa waktu lalu beredar dan menghebohkan sejagat dunia maya dan dunia nyata, saya pun t...