Sudah sepuluh tahun kisah sedih di hari minggu berlalu. Ratusan ribu
orang tewas meninggalkan harta benda dan sanak saudara. Tak ada yang tersisa
kecuali puing-puing sisa gelombang air dan kepiluan disanubari. Tragedi Tsunami
sungguh menjadi suatu valuable lesson
yang masih kami rasakan sampai sekarang. Ya, bagi kami, orang Aceh.
Hari ini,
bertepatan pada hari yang penuh berkah, Jumat (26 Desember 2014), seluruh
masyarakat Aceh mengenang peristiwa tragedi Tsunami. Bencana alam yang
fenomenal ini mampu menyedot perhatian dunia. Seperti yang kita ketahui bahwa
dulu ketika Aceh terpuruk, begitu banyak warga negara asing yang berasal dari
suku, ras, dan agama yang berbeda ikut memberikan bantuan berupa materi maupun
semangat spiritual. Sehingga seiringnya waktu, Aceh kini menjadi provinsi yang
dikenal oleh dunia luar.
Namun pertanyaannya, apa yang pantas untuk dikenang? Tak semua
orang tahu. Ingatlah, bahwa ini bukan seremonial belaka. Ya, aku mengerti
mengapa semua orang menjadi “mehmoh” ketika
masuk ke bulan Desember. Bukan karena hari ibu,
hari ayah, hari natal atau hari semacamnya. Tapi karena pada 26 Desember 2004
Aceh pernah ditimpa musibah besar. Sungguhpun hari ini menjadi hari yang
bersejarah untuk Aceh dan dunia, tapi hakikatnya dampak kesedihan bagi orang
Aceh tidak hanya selesai dalam satu hari. Tapi melekat kuat hingga hari ini. Sepuluh
tahun lamanya. And now, It is really our
appropriate time to contemplete.
Aku adalah seorang gadis yang berasal dari daerah pantai barat selatan. Alhamdulillah
kami sekeluarga selamat dari ganasnya Tsunami. Masih terbekas erat dibenakku, dipagi
hari itu aku masih saja bisa bersantai setelah gempa 9 SR merobohkan menara
masjid. Aku masih saja melalang buana berkeliling kota. Padalah mungkin jika
lalai sedikit lagi, tak tahu lah, mungkin aku tak ada lagi di dunia ini.
Waktu itu aku masih berumur 12 tahun. Masih berjiwa ABG dan sering acuh tak
acuh dengan dunia luar. Tapi ketika Tsunami terjadi, aku merasakan rasa syukur
yang tiada tara. Adikku, Dita yang berumur 7 tahun kebetulan pada hari itu
tidak tinggal bersama kami. Ia tinggal bersama pengasuhnya jauh dari rumah dan
dekat dengan bibir pantai. Aku masih jelas teringat, ayah dan ibu begitu resah
gelisah dan sempat menangis karena anaknya yang ketiga tak tahu lagi nasibnya. Ternyata
Allah masih sayang pada kami. Ketakutanku kehilangan adik perempuan akhirnya
mereda ketika ayah berhasil menemukan Dita bersama pengasuhnya sedang melewati
air tsunami yang saat itu sedang surut.
Beberapa hari pasca Tsunami banyak sekali mayat yang hitam legam
menggembung disepanjang pinggir jalan. Bau busuk begitu menyengat hidungku.
Begitu menyedihkan. Aku membayangkan betapa sedihnya keluarga yang
ditinggalkan. Mungkin ia meninggal ketika asik lari pagi di hari minggu, sedang
asik menonton film kartun favorit, atau bahkan masih dalam keadaan tertidur.
Aku juga masih ingat, ketika ketersediaan bahan pangan sangat terbatas, aku
rela berlari-lari mengejar helikopter. Helikopter tersebut memberikan bantuan
dengan cara melempar beberapa kotak mie. Apa daya, beberapa bungkus mie berserakan
dan hancur ketika sampai ditanah. Tapi tetap aku ambil dan aku bawa pulang untuk dimakan.
Ah, sudahlah. Rasanya aku tak perlu terlalu banyak bercerita sedih disini.
Anggap saja ini lah kenangan yang tak terlupa. Badai ini telah berlalu. Bencana
ini telah berlalu dan kini Aceh menjadi lebih baik.
Mengingat kembali setiap detik kejadian Tsunami rasanya tak akan habisnya.
Begitu banyak hal yang tak mampu terungkap dari sekedar rangkaian kata. Tsunami
bukanlah sebuah kenangan biasa. Ini lebih dari sekedar kenangan. Hendaknya kita
lebih banyak bersyukur dengan keadaan sekarang. Masih bisa berkumpul dengan keluarga
dan hidup di Nanggroe yang damai.
Selalu saja ada rahmat Allah yang muncul dari setiap peristiwa.
Terlaksananya MOU Helsinki merupakan buah manis yang muncul setelah kejadian
pahit Tsunami. Oleh karena itu, marilah kita terus berdoa untuk para syuhada
yang telah mendahului kita. Semoga adik ayah, Om Mursal yang hilang terseret
air Tsunami ketika sedang asik melihat ikan dengan anaknya bisa tenang disana.
Semoga amal ibadanya Engkau terima.
Semoga Aceh menjadi daerah yang lebih baik lagi. Semoga kita
lebih siaga terhadap bencana. Yang lalu biar lah
berlalu. Aceh patut dikenang, Aceh patut terus bangkit.
3 komentar:
musibah yang bakal dikenang selamanya :(
anyway, tsunami di Aceh bukan yang pertama dan akan ada lagi berikutnya. semoga kita tidak lupa dan siap untuk menghadapi musibah itu. ketika kita lupa, akan ada banyak korban yang berjatuhan
@Airsoft Gun : Momen yang tidak bisa dilupa untuk orang Aceh
@Zaki : Semoga kita siap nantinya. Maka itu dibutuhkan orang seperti bang Zaki yang sedang menuntut ilmu dan mencari pengalaman di Jerman. Semoga nanti bisa kembali lagi dan dapat mengubah Aceh menjadi lebih baik :)
Posting Komentar