Kamis, 22 November 2012

Indonesia Tak Butuh Fakultas Pertanian



“Anda tahu tidak mengapa lulusan Fakultas Pertanian tidak mau menjadi petani setelah lulus?.” Tanya Bob Sadino pada salah seorang peserta seminar PTPN 7 (12/0) di Gedung Saburai PKOR, Way Halim.
“Karena di ainigin mengaembangkan ilmunya dibidang pendidikan, Om,” jawab Sugeng (54) yang berprofesi sebagai guru.
“Salah! Lulusan Fakultas Pertanian tidak ada yang mau menjadi petani karena gurunya, dosennya itu bukan petani,” jawab laki-laki yang 9 Maret lalu merayakan ulang tahunnya itu.
Jawaban yang tegas itu mengundang tepuk tangan dari hampir seluruh peserta seminar.
Bob yang sempat keliling dunia itu menjelaskan, kondisi di Indonesia berbeda dengan Jepang dan Jerman. Jika di Negara Jepang dan Jerman, Dosen FP adalah seorang petani, tapi di Indonesia, pengajar FP bergelar doktor atau insinyur, bukanlah petani.
Inilah yang menyebabkan banyak lulusan Fakultas Pertanian yang ogah menjadi Petan. Tak ada guru yang mengajarkan indahnya menjadi seorang petani, karena gurunya tak pernah menjadi petani.
Menurutnya, pola pembelajaran di Jepang dan di Jerman soal pertanian sangat mengedepankan praktek dan pengalaman. Ia menyimpukan, sebenarnya Indonesia tak butuh Fakultas Pertanian. “Tak ada petani yang dihasilkan dari Fakultas Pertanian, jadi untuk apa Fakultas Pertanian dibuar?” ujar Bob yang disusul gelak tawa oleh para peserta seminar.
Bob melanjutkan , jika lulusan Fakultas Kedokteran setelah lulus menjadi dokter  seharusnya lulusan Fakultas Pertanian juga sama. Namun, kenyataannya sangat jarang mahasiswa yang menyandang gelar Sarjana Pertanian bersedia terjun langsung menjadi petani.
Dalam seminar yang berlangsung selama dua jam itum Bob juga mengkritisi orang-orang yang bergelar namun tidak berhasil menjadi seorang wirausahawan. Kata “goblok” yang mulai menjadi ciri khas Bob setelah ‘celana pendek’-nya sering membahana di ruang seminar. Ia tak segan melontarkan kata itu kepada peserta seminar yang bertanya soal kunci sukses berwirausaha, ini karena ia tak mengenal istilah sukses.
Menurutnya, jika ingin berwirausaha setiap orang hanya perlu kemauan, komitmen, pandai mencari peluan, serta pantang menyerah. Yang terpenting menurut Bob adalah ‘lakukan saja’.
Ia juga tak mengenal istilah analisis. Ia menilai, saat ini orang justru sibuk mengurusi masalah analisis untung dan rugi. Hal itu justru membuat bnayak orang takut untuk memulai sebuah usaha.
Kegagalan adalah pelajaran untuk menjadi seorang pengusaha kaya. “jika tak pernah gagal, tak akan pernah berhasil,” ujar Bob saat menjawab pertanyaan di akhir seminar.


Sumber : Teknokra, Tabloid Mahasiswa Universitas Lampung
No. 120 Tahun XII Edisi 01-21 Maret 2012
                

Lulus S2-bukan Jaminan Gampang Dapat Kerja


Jumlah mahasiswa pascasarjana sejak 10 tahun terkahir mengalami lonjakan 78 persen dari sekira 100 ribu menjadi lebih 180 ribu. Padahal, gelar master ini ternyata sering tidak menjadi kriteria pertama yang dipertimbangkan oleh perushaan saat berburu karyawan baru.
            Menurut Job Bank, sebesar 66 persen dari perusahaan yang disurvei menyatakan, gelar master tidak akan secara signifikan menguntungkan pencari kerja. “Tingkat gelar seseorang biasanya bukan sesuatu yang paling dipedulikan oleh perusahaan. Kami lebih suka memiliki seseorang yang memiliki kepemimpinan yang baik sejalan dengan visi perusahaan kami.” Kata Publi Affairs Officer Carrefour Manajer Margery Ho, seperti dikutip dari China Post, Minggu (21/10)
            Namun, menurut Job Bank, masih ada cukup banyak industri yang memberikan bobot tinggi untuk gelar master terutama di sektor-sektor yang memerlukan keahlian profesional, seperti teknologi informasi dan biokimia. “Apakah suatu industri membutuhkan karyawan bergelar master atau tidak, itu tergantung pada jenis industri tersebut,” ujar Ho.

            Deputy General Manager Job Bank mengungkapkan, banyak lulusan perguruan tinggi memutuskan untuk mencoba meraih gelar master karena takut manjadi pengangguran segera setelah lulus. Hal ini terjadi akibat adanya laporan pada Agustus lalu bahwa sebesar 4,4 persen pengangguran adalah bergelar sarjana.
            “sebuah gelar master memang bernilai dan diakui. Namun yang lebih penting, kita harus mencari tahu apa jenis kemampuan yang akan membuat industri tertarik pada kita sebelum akhirnya terjun ke pendidikan tinggi, “ papar Ho.
            Untuk beberapa industri seperti komunikasi dan pelayanan, Hor menyarankan agar para luluasan untuk masuk ke lingkungan kerja sebelum kembali melanjutkan gelar master. Sebab, pada bidang ini, pengalaman kerja sangat dibutuhkan. “Setelah beberapa tahun, Anda dapat kembali dan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi untuk kesempatan gaji yang lebih tinggi pula,” tukasnya.
            Berdasarkan survei tersebut, rata-rata gaji awal untuk lulusan bergelar master adalah TWD35.132 atau sekira Rp 11,5 juta (Rp 328 per New Taiwan Dollar). Namun, sebesar 26,9 persen perusahaan mengatakan, mereka diminta untuk menghindari mempekerjakan para lulusan S-2 untuk mengurangi biaya. Selain itu, sejumlah perusahaan ini mengaku, tugas-tugas yang diberikan kepada karyawan tidak membutuhkan pendidikan tinggi dan mereka mengkhawatirkan jika para lulusan S-2 memiliki sifat arogan.
            “kami pernah memiliki orang-orang dengan glar master yang ingin melewati bagian dasar sebuah pekerjaan dan ingin langsung melompat ke tingkat manajer. Mereka tidak mengerti jika level dasar adalah tempat untuk memulai bagi setiap orang. Apalagi jika dibandingkan dengan mereka yang langsung mulai bekerja setelah lulus, maka para lulusan S-2 ini sudah dua tahun tertinggal mengenai pengalaman pekerjaan.” Kata Margery Ho.

Sumber : Serambi News        










                                                            

Minggu, 11 November 2012

Kebahagian Munzir, Kebahagiaanku Juga


Foto-foto ini sebenarnya sudah lama diambil saat aku pulang kampung Hari Raya Idul Adha di Meulaboh. Saat itu Munzir, adik terkecilku ingin sekali bermain di FunLand. Karena memang ingin membuat Munzir senang, aku pun mengajaknya untuk bermain ria disana.

Tak sia-sia. Munzir senang bukan main. Serasa keinginannya terpenuhi malam itu. Aku jadi ikut senang, akhirnya bisa menemaninya dan melihatnya tertawa gembira.
ini lah beberapa foto yang berhasil aku ambil...

Kakak sayang Munzir ^_^








Sabtu, 03 November 2012

Fakultas Pertanian Unsyiah Selenggarakan Workshop Peningkatan Skill Mahasiswa


Fakultas Pertanian Unsyiah menyelenggarakan workshop kewirausahaan dengan tema “Peningkatan Softskill Mahasiswa Pertanian di ruang MPR FP, Sabtu (3/11/2012). Workshop yang berlangsung hingga sore hari dibuka oleh PD3, Ir. Edy Marsudi selaku ketua pelaksana acara.

Worshop tersebut mengundang beberapa narasumber pengusaha sukses seperti H.Abubakar Usman (CEO dan Founder PT.Pante Pirak Sejahtera), Idrus Usman (Personal Staff PT.Pante Pirak), dan Sampirlan S.Ag (Direktur CA. LA Garden). Para narasumber tersebut memberikan pembekalan kepada para mahasiswa agar mampu menumbuhkan jiwa kewirausahaan dan mengubah mindset bahwa menjadi PNS bukan satu-satunya cara untuk sukses setelah menyelesaikan kuliah.


“Berwirausaha itu tidak sulit, tinggal bagaimana kita berani mengambil resiko. Tanpa keberanian, semua tidak akan ada artinya apa-apa”, ujar Abubakar Usman. Abubakar Usman sebagai CEO PT.Pante Pirak Sejahtera mengaku bahwa dulu usahanya masih kecil dan banyak tantangan. Namun, berkat pengembangan usaha dan pelayanan yang baik, sekarang Pante Pirak mampu membuka 40 titik usaha dibeberapa kota dengan omset yang besar.



Selain itu, narasumber juga menambahkan bahwa sebenarnya sektor pertanian di Aceh memiliki peluang besar untuk merintis usaha. Tenaga kerja yang melimpah, dan masih banyaknya lahan marginal adalah faktor yang sangat mendukung. Oleh karena itu, diharapkan jiwa usaha terbentuk sejak masih kuliah sehingga tidak susah mencari pekerjaan lagi setelah menyelesaikan kuliah.

Panitia Wokshop

Kamis, 01 November 2012

Munzir on Action!


Hampir seminggu di Meulaboh untuk menghabiskan waktu bersama keluarga. 30 Oktober, tepatnya hari selasa, aku bersiap kembali ke Banda Aceh. Hari raya kurban tahun ini kami rayakan sekeluarga tanpa kehadiran Zehir, adik pertamaku. Mungkin dia juga merasakan kesedihan karena tidak bisa berkumpul bersama. Dia sadar, merantau ke Jogyakarta adalah pilihan yang terbaik. Overall, lebaran aku masih bisa bersenda gurau dengan keponakan yang centil, makan lontong dan makan es krim buatan ibu, dan yang paling asik, nonton tivi lagi! :p

Kepergianku ke Banda Aceh untuk kembali kuliah lagi ternyata membuat Munzir bersedih. Gak ada lagi kawan main PS, gak ada lagi kawan berantem, gak ada lagi yang bisa mendongeng sebelum tidur. (ntah iya) Hehe

Lagi asik-asiknya packing, tiba-tiba Munzir melihat selempangku di dalam tas. Kemudian memakainya.  Padahal selempang ini sudah lama tidak aku pakai. Bahkan belum direparasi. Wakil II, padahal sebenarnya wakil I :p
Lucu, sambil berpose, buru-buru aku foto Munzir. Begini lah jadinya. Mentel! haha



Jangan heran kalau setiap kali melihat foto ini, aku jadi rindu dia.
Rindu kepolosannya, rindu keceriaannya...
Belajar yang rajin disana dek ^_^

Sindiran Heboh: Yang Gaji Kamu Siapa?

Sejak video seorang Menteri Kominfo Rudiantara, beberapa waktu lalu beredar dan menghebohkan sejagat dunia maya dan dunia nyata, saya pun t...