Rasanya
aneh dizaman sekarang ini masih ada yang belum familiar dengan istilah entrepreunership. Ada banyak keywords yang terlintas saat mendengar
kata ini. Mandiri, modal, usaha, keputusan, bisnis, peluang, kaya, profit,
bangkrut, dan… pelarian. Iya, sebuah pelarian. Sebuah dunia abu-abu yang hingga sekarang menjadi
momok dan rasa ngeri untuk sebagian
orang. Mulai dari rasa tidak mampu, tidak mempunyai modal dan bahkan ketakutan
akan gagal (bangkrut).
Mungkin
karena saya tidak mendapatkan Mata Kuliah Kewirausahaan saat berkuliah S1 dan karena
saya bukan berasal dari keluarga pebisnis, pandangan tentang dunia kewirausahaan
juga masih asing dipikiran saya. Kedua orang tua yang notabene seorang pendidik
di sekolah menengah menjadikan saya justru terbiasa dengan profesi pengajar. Bukan berwiraswasta.
Namun paradigma tentang esensi dari sebuah makna kewirausahaan menjadi semakin
jelas sejak mengeyam pendidikan di Master Sains Agribisnis IPB. Saya mengenal banyak
istilah dalam pendekatan teoritis entrepreneurship.
Kampus
yang terkenal dengan karakter kewirausahaannya ini, IPB mendorong minat
mahasiswa dengan adanya Mata Kuliah
Kewirausahaan. Sejak mengikuti perkuliahan inilah, saya menyadari ternyata
jika makna dari kewirausahaan dipisah-pisahkan menjadi lebih detil, esensi “kewirausahaan”
menjadi hal yang semakin menimbulkan rasa penasaran. Mulai dari bagaimana hubungan
kewirausahaan terhadap labor market,
labor supply dan demand, human
capital, hingga bagaimana hubungannya dengan unemployment rate dll. Berwiraswasta bukan semata-mata menjual
sesuatu dan mengharapkan keuntungan. Banyak hal-hal lain yang patut
dipertimbangkan.