Senin, 03 April 2017

Membuka Tabir Sebuah Dunia Pelarian

Rasanya aneh dizaman sekarang ini masih ada yang belum familiar dengan istilah entrepreunership. Ada banyak keywords yang terlintas saat mendengar kata ini. Mandiri, modal, usaha, keputusan, bisnis, peluang, kaya, profit, bangkrut, dan… pelarian. Iya, sebuah pelarian. Sebuah dunia abu-abu yang hingga sekarang menjadi momok dan rasa ngeri untuk sebagian orang. Mulai dari rasa tidak mampu, tidak mempunyai modal dan bahkan ketakutan akan gagal (bangkrut).
Mungkin karena saya tidak mendapatkan Mata Kuliah Kewirausahaan saat berkuliah S1 dan karena saya bukan berasal dari keluarga pebisnis, pandangan tentang dunia kewirausahaan juga masih asing dipikiran saya. Kedua orang tua yang notabene seorang pendidik di sekolah menengah menjadikan saya justru terbiasa dengan profesi pengajar. Bukan berwiraswasta. Namun paradigma tentang esensi dari sebuah makna kewirausahaan menjadi semakin jelas sejak mengeyam pendidikan di Master Sains Agribisnis IPB. Saya mengenal banyak istilah dalam pendekatan teoritis entrepreneurship.
Kampus yang terkenal dengan karakter kewirausahaannya ini, IPB mendorong minat mahasiswa dengan adanya Mata Kuliah Kewirausahaan. Sejak mengikuti perkuliahan inilah, saya menyadari ternyata jika makna dari kewirausahaan dipisah-pisahkan menjadi lebih detil, esensi “kewirausahaan” menjadi hal yang semakin menimbulkan rasa penasaran. Mulai dari bagaimana hubungan kewirausahaan terhadap labor market, labor supply dan demand, human capital, hingga bagaimana hubungannya dengan unemployment rate dll. Berwiraswasta bukan semata-mata menjual sesuatu dan mengharapkan keuntungan. Banyak hal-hal lain yang patut dipertimbangkan.

Sindiran Heboh: Yang Gaji Kamu Siapa?

Sejak video seorang Menteri Kominfo Rudiantara, beberapa waktu lalu beredar dan menghebohkan sejagat dunia maya dan dunia nyata, saya pun t...