Tahun 2017 mungkin menjadi tahun yang ditunggu-tunggu
oleh sebagian orang karena menjadi momen yang tepat untuk saling berbagi
resolusi pribadi tahun baru. Ada banyak macamnya sih. Mulai dari pencapaian yang biasa-biasa saja, sampai pada
pencapaian yang luar biasa masuk list poin-poin resolusi impian. Saya juga
termasuk tipe yang senang mematok target pada momen tertentu. Baik saat hari
ulang tahun maupun ditahun baru. Bukan ikut-ikutan, tapi rasa semangat masih
membara panas ketika berada pada embel-embel “baru”. Wajar. hehe
Lalu, ada berapa banyak poin-poin yang sudah
terceklis done diantara puluhan
bahkan ratusan target tahunan yang kita buat? Oke, saya percaya ada beberapa
yang terceklis, ada juga yang sampai detik ini belum terealisasi. Kekecewaan dan
penyesalan akan terasa jelas saat kembali flashback.
Ah, saya pun merasakan ini kawan! Tentang peluang yang disia-siakan dan
tentang masa lampau yang terbuang begitu saja. Tapi ada juga beberapa hal yang
patut saya syukuri dan saya percayai bahwa ada hikmah dibalik kegagalan. Let’s positif thinking.
Menargetkan sesuatu dan merancang
impian adalah sifat naluriah manusia. Pada dasarnya manusia hanya bisa
merencanakan sesuatu namun segala urusan sukses atau tidaknya tetap ditentukan
oleh Tuhan. Saya tipe seorang planner,
sekaligus perusak plan itu sendiri. Untuk
beberapa kondisi, sifat malas dan acuh tak acuh begitu besar sehingga ada
beberapa poin target yang sirna entah kemana.
Menuliskan impian secara jelas disecarik kertas bagi
saya merupakan cara mainstream yang
dilakukan oleh orang banyak. Tapi (lagi-lagi) saya percaya bahwa dengan
menuliskan mimpi, maka itu berarti menjaga mimpi terus awet dan tak hilang
menguap di angan-angan belaka. Namun masalahnya, tak semua orang mampu
mempertahankan dan mewujudkan impian-impian tersebut. Mau tidak mau, ada
hal-hal diluar batas kemampuan manusia meskipun usaha sudah begitu maksimal
dilakukan.
“Jadi orang baik” adalah resolusi terbesar saya
tahun ini. Tak hanya untuk tahun ini, bulan ini atau hari ini, tapi “jadi orang
baik” keinginan yang kontinu yang ingin saya realisasi disetiap sendi
kehidupan. Rasanya benar juga pernyataan Tompi di surat kabar KOMPAS (5/1/2017)
yang lalu, “Tak banyak orang baik di zaman
sekarang ini. Yang bawel banyak”. Ya, kini begitu banyak orang yang
berkoar-koar memamerkan kesuksesannya tapi akhirnya lupa akan daratan.
Bagi saya, “jadi orang baik” bisa dilakukan dengan
cara 3 hal yaitu pertama: Jadi orang
baik untuk diri sendiri. “Baik” dalam artian pengertian dengan diri sendiri yaitu
mengetahui dengan jelas karakter diri dan tahu bagaimana berdamai dengan diri
sendiri. Tidak memaksakan kehendak jika dirasa tidak baik dan tidak berbohong
pada diri sendiri. Kedua: Jadi orang
baik untuk orang lain. Hal kedua ini bisa dilakukan dengan cara pintar dalam menjalin hubungan sosial
dengan orang lain. Mengapa harus pintar?
Karena masing-masing dari kita mempunyai kepribadian yang berbeda. Tinggal
bagaimana aman dan nyamannya ketika
berinteraksi dengan orang lain. Faktanya, di zaman era digital seperti sekarang
ini banyak orang hanya menjalin silahturahmi via media maya tapi lupa betapa
besarnya pengaruh interaksi di dunia nyata. Ini juga berlaku bagaimana menjadi
baik pada orang tua kita sendiri. Nah lalu yang ketiga yaitu Jadi orang baik dihadapan Allah. Caranya bisa dilakukan
dengan cara meningkatkan ibadah. Seharusnya tahun baru ini menjadi tahun untuk
sungguh-sungguh meningkatkan ketakwaan kita pada Allah SWT.
Jadi orang baik akan tergantung pada perspektif
masing-masing orang. Namun output “jadi orang baik” tentu diharapkan mampu
memberikan manfaat untuk orang lain. “A
change in behavior begins with a change in heart”. Suatu perubahan tak akan
jadi apa-apa jika tidak dilakukan dengan komitmen, konsistensi dan konsekuen.
Semoga kita semua menjadi orang-orang yang baik, yang senantiasa menyebarkan
manfaat untuk orang lain. Amin. Semangat!