Seorang
bapak berkaca mata dengan santai berbicara di depan sekitar 120 orang mahasiswa
terbaik dari seluruh Indonesia, Malaysia dan Thailand. Tak ada yang bergeming
mendengarkan beliau berbicara. Mereka mendengar dengan seksama dan entah
mengerti atau tidak, mereka terlihat mangut-mangut
serius. Beliau berbicara penuh karisma, dan sangat menginspirasi.
Alhamdulillah,
Saya, pada saat itu beruntung bisa duduk diantara mereka semua. Saya menjadi salah
satu delegasi asal Aceh yang berhasil lolos di ILC (Indonesia Leadership Camp)
di UI, Depok, pada September 2013 lalu. Banyak hal yang saya dapatkan selama 4
hari kegiatan disana. Salah satunya berkesempatan untuk bertemu dengan CEO
Rumah Perubahan, Rhenald Kasali. Saya dan teman lainnya belajar bagaimana
menjadi seoarng Social Entrepreneur.
Ditengah-tengah
diskusi, beliau bertanya kepada seluruh mahasiswa. “Siapa diantara kalian semua yang sudah pernah keluar negeri?”
Deg.
Banyak diantara mereka yang mengangkat tangan. Mereka sepertinya senang dengan
pertanyaan ini. Tapi saya hanya bisa malu-malu. Pasalnya saya belum pernah ke
luar negeri. Hehe.
Kemudian
Pak Rhenald bertanya lagi. “Yang sudah
pernah keluar negeri setidaknya ke Malaysia, ada?”. Ternyata banyak juga
yang angkat tangan. Kali ini saya pasrah saja. *kalem*
“Yang punya paspor ada berapa orang?”
Saya!
Saya akhirnya menjadi salah satu orang yang mengangkat tangan. Dengan rasa
percaya diri saya mengangkat tangan sambil tersenyum. *Laen hana cara*
“Nah, begitu dong. Kalian harus
udah punya paspor dari sekarang. Jangan pas mau keluar negeri baru urus
paspor”,
tambahnya. Tak lama beliau kembali berbicara.
“Seperti halnya hujan. Sudah
pasti yang perlu kalian persiapkan adalah payung. Bukan yang lain. Tapi
alangkah baiknya kalian mempersiapkannya dari awal. Sama hal nya seperti
keinginan ke luar negeri. Kenapa tidak kita persiapkan paspor dari sekarang?
Banyak mahasiswa sekarang dimana mau pergi, disitu urus paspor”, jelasnya.
Spontan
pikiran saya langung menerawang. Tentang kisah paspor yang dulu sempat diurus. Saya
jadi teringat percakapan dengan salah satu senior di chat facebook yang kini hampir
menyelesaikan studinya di Taiwan, Chung Hsing University.
Saya
sempat down dan pesimis dengan mimpi yang satu ini. We are what we think. Mungkin ini juga menjadi salah satu faktor
kenapa saya belum berhasil menjadikannya nyata.
Kecil, tapi Ada Karena Mimpi
Sejarah
saya punya paspor adalah saat saya menggebu-gebu ingin ke Jepang melalui pertukaran
mahasiswa ke Fukui selama 2 semester di tahun 2012. Tapi saya gagal mengikuti
seleksi karena ada faktor penghambat. Agak lama juga saya harus benar-benar
meyakinkan hati untuk ikhlas menerima kenyataan. Saya gagal ke Jepang mengikuti
salah satu teman yang sekarang sudah menyelesaikan programnya di Fukui. Cerita awal
tentang pengalaman saya dalam kepengurusan paspor ini ada di tulisan sebelumnya.
Saya
rasa, menginjakkan kaki ke negeri lain adalah impian (kebanyakan) orang. Jadi
untuk meraih keinginan ini tentu tidak mudah. Seperti pengalaman beberapa teman
dan orang terdekat saya, mereka menginjakkan kaki keluar negeri harus menempuh perjalanan dan penantian yang
panjang. Pun demikian, butuh juga persiapan lain. Mulai dari
IPK, kemampuan berbahasa inggris, dsb. Yaah, Paspor memang penting, masing tapi banyak lagi yang perlu dipersiapkan. Sampai sekarang, paspor menjadi motivasi saya.
Sekarang
ini ada banyak sekali beasiswa yang menawarkan pertukaran pelajar ataupun studi
lanjutan ke luar negeri. Mulai dari PPAN, Fulbright dan ADS (Australia
Development Shcolarship). Ada juga beasiswa daerah yang memberikan kesempatan
kepada putra putri daerah dengan persyaratan tertentu. Seperti ke Taiwan,
Malaysia, dsb. Dan masih ada lagi beasiswa yang mungkin sangat banyak jika
harus disebutkan satu persatu.
Ke Luar Negeri Boleh, Asal...
Tapi
ada hal yang sebenarnya luput untuk kita pahami. Bahwa ke luar negeri adalah
jalan kita untuk melihat dunia luar, melihat kehidupan di luar. Dibalik itu
semua tentu ada efek positi dan negatif yang kita dapat. Apa kita sanggup
menjaga diri? Apa benar kita bisa belajar dengan baik selama di luar negeri?
Apa kita tetap bisa menjaga marwah daerah dan negara asal kita? Dan juga, jika
saya dan kamu sudah dan akan keluar negeri tentu kita perlu
sadar bahwa menjaga diri dan iman adalah hal yang terpenting. Jangan sampai
kita terpengaruh dan terseret ke hal-hal yang buruk.
Semuanya
ada dalam niat dan pribadi masing-masing. Apakah ke luar negeri hanya sekedar
jalan-jalan dan gengsi? Pastinya, jangan sampai kita menjadi katak dalam
tempurung.
Jika
memang sudah mantap, persiapkan diri dengan baik. Seperti pengalaman teman saya,
Armijal, yang berhasil menembus ADS dengan persiapan yang matang (Humble is Beauty). Saya juga
membaca pengalaman salah satu anggota NYL (Nusantara Young Leaders) dari Divisi
Media yang berhasil ke Singapura dan Kuala Lumpur dengan usaha keras, Yedhesiani
Jadi, Sampai
Kapan?
Sampai
Allah mengizinkan. Saya percaya bahwa Allah tidak pernah tidur. Saya percaya
suatu saat nanti Ia akan mengizinkan dan pada akhirnya saya bisa membanggakan
orang yang saya sayangi dan saya cintai.
Kini,
semangat ini kembali muncul karena sering membaca dan mendengar cerita-cerita
mereka yang sudah berhasil keluar negeri. Kini, terutama dipenghujung masa
mahasiswa, semangat saya terasa semakin membara. Saya juga ingin berburu
beasiswa dan melirik kesempatan-kesempatan yang lain.
Tapi
disamping itu semua, saya juga harus menyelesaikan skripsi. Yah, mudah-mudah
ini bukan sekedar mimpi ya. Perlu banyak persiapan yang matang. Garuda berkulit
Hijau ini akan terus saya simpan dengan baik. Hingga akhirnya ia bisa menemani
saya terbang menggapai mimpi menuju negara 2J yang paling ingin saya kunjungi. Jepang dan Jerman. Yaa, seperti keinginan Golden Wings, judul blog saya ini. “Terbang dan merengkuh purnama mimpi” ~
2 komentar:
Waaaa...seru seru. Semoga dimudahkan rejekinya untuk bisa ke luar negeri. Kalau ga beasiswa, mungkin traveling ke negara tetangga dulu sebagai pemanasannya. Semangat dan tetap positive thinking. Good luck. :D
Amiin. Makasih ya bg. Semoga mimpi ini terwujud :)
Posting Komentar