Saya adalah mahasiswi
semester 6 Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Unsyiah. Beberapa hari yang
lalu saya mewakili Aceh untuk mengikuti salah satu forum kepemudaan pada
tanggal 23-26 Mei di Bandung, Jawa Barat. Dari 1013 aplikan, saya dan Alyani
Akramah Basar, partner dari Fakultas Kedokteran berhasil menjadi delegasi Aceh
dari 200 peserta yang terpilih. IYF (Indonesia Youth Forum) memberikan
pengalaman yang tak tergantikan karena saya dapat bertemu dengan orang-orang
kreatif di seluruh Indonesia.
IYF merupakan forum
yang mempertemukan para pemimpin muda Indonesia yang akan membahas peran pemuda
dalam mengimplementasikan berbagai macam aktivitas untuk pencapaian MDGs, isu
global dan lain-lain. Di Forum ini saya
banyak bertemu dengan tokoh inspirasi yang tentu saja membangkitkan semangat
saya sebagai pemuda. Mulai dari pertemuan dengan Bupati Belitung Timur Basuri
Tjahja Purnama, Dubes Indonesia, deputi Kemenkes, para CEO muda, bahkan bertemu
langsung dengan Menpora RI, Roy Suryo.
Menjadi peserta untuk
forum ini sama halnya dengan forum lainnya. Ada tahap seleksi esai dan
wawancara. Namun, yang membuat forum ini berbeda dengan forum lainnya adalah
masing-masing peserta harus sudah melakuan social project baik itu dibidang
kesehatan, pendidikan, budaya, dan lain-lain di daerahnya masing-masing.
Kegitan yang dilaksanakan oleh ISYF (Indonesia
Student and Youth Forum) dan didukung oleh Menpora RI ini secara resmi dibuka
di Gendung Merdeka Asia Afrika, Bandung. Pada acara pembukaan ini setiap
delegasi dari masing-masing daerah diharuskan memakai pakaian adat. Saya sangat
bangga bisa mewakili Nanggroe Aceh, menjadi provinsi paling barat Indonesia
ternyata banyak menarik perhatian delegasi dari daerah lain.
Ternyata benar. Aceh
adalah daerah yang istimewa di mata delegasi lain. Hal ini mulai terlihat
karena saya memakain baju adat yang berbeda. Mereka sangat tertarik dengan
motif baju adat yang unik. Selain itu, saya juga sering mendapatkan pertanyaan
yang bertubi-tubi tentang tsunami, masjid Raya Baiturrahman, GAM, Bendera Aceh
dan Syariat Islam. Banyak diantara mereka yang tidak tahu tentang fakta
sebenarnya. Saya hanya bisa menjelaskan apa yang saya tahu agar mereka tidak
salah paham. Terutama masalah Bendera.
Selama 4 hari di Bandung, kami lebih sering berdiskusi membahas tentang isu MDGs. Baik kesehatan, lingkungan, teknologi, globalisasi, dan pendidikan. Pada saat coaching clinic, saya memilih bidang social movement. Nah, di coaching clinic ini, saya berkesempatan bertemu langsung dengan Irfan Amalee, yang merupakan seorang penulis kreatif dan social entrepreneur. Diskusi bersama Irfan Amalee membahas bagaimana social project dilakukan dengan efisien dan efektif. Beliau juga menekankan bahwa pemuda zaman sekarang harus bisa menjadi penggerak. Hal ini salah satunya bisa dilakukan dengan menjadi seorang social entrepreneur.
Yang paling
mengesankan adalah saat saya juga diberi kesempatan untuk bertemu dengan CEO
muda yang sukses di Gedung Bank Indonesia, Bandung. Saya bertemu dengan
Microsoft Community Affair Manager, President AIESEC Indonesia, penulis kreatif
Founder AICT Indonesia dan Bapak Imam Gunawan sebagai Asdep Peningkatan SDM
Pemuda dari Menpora RI. Melalui mereka, saya banyak mendapatkan ilmu dan
pengalaman baru. Ini membangkitkan saya untuk harus melakukan sesuatu untuk
daerah saya sendiri, Aceh tercinta. Pemuda harus bergerak, pemuda harus
beraksi!
Tidak hanya diskusi,
saya dan delegasi lainnya juga berkesempatan ke Hutan Kota Bandung, Babakan
Siliwangi. Kami menanam pohon untuk menjaga kelestarian hutan. Banyak wawasan
yang tidak pernah saya dapatkan saat memasuki hutan kota ini. Hutannya
masih terlindungi, asri dan terlihat
alami. Saya berpikir, bagaimana dengan Hutan Kota di Banda Aceh? kita tidak
harus berpangku tangan menunggu tindakan dari pemerintah. Kita, para pemuda
seharus lebih peka menjaga kelestarian.
Usai Car Free Day di
Dago, deputi Kemenkes juga sangat senang saat saya menyinggung tentang Aceh
didepan beliau. Pada saat Talk Show yang ditonton oleh seluruh masyarakat
sepanjang jalan Dago, beliau membahas masalah pentingnya minum susu. Beliau
berharap masyarakat Aceh juga tetap bisa menjaga kesehatan agar pemuda Aceh sehat
dan siap menjadi pemimpin kelak.
Penutupan diadakan di
Hotel Savoy Homann, Bandung. Lokasinya tidak jauh dari Gedung Merdeka Asia
Afrika. Roy Suryo, selaku Menpora RI juga datang untuk memberikan motivasi yang
sangat besar untuk semua delegasi. Kutipan beliau yang sangat saya tersentuh
adalah “Think globally with local
content”. Beliau memberitahukankepada seluruh generasi muda diseluruh
penjuru Indonesia bahwa kita perlu
berpikir luas namun jangan meninggalkan nilai-nilai daerah. Seperti hal
nya adat dan kesenian daerah. Globalisasi seharusnya tetap bisa menjaga nilai
tradisional.
Dari 200 perserta, terpilih lah Guntur Yanuar
Astono, delegasi dari Malang yang programnyaa didukung penuh oleh Menpora. Social project guntur berhasil
mendapatkan perhatian dari panitia dan Menpora. Ia akan mengikuti konferensi di
Filipina beberapa waktu yang akan datang.
Pengalaman selama 4 hari sangat berkesan. Banyak hal baru yang saya dapatkan selama IYF. Tidak hanya sampai 4 hari saja, kami juga akan terus melaporkan social selama 6 bulan ke depan. Saya berharap, dengan adanya forum seperti ini, semangat perubahan untuk para pemuda, Aceh khususnya akan semakin meningkat. Tentu saja bukan untuk kepentingan pribadi, tapi juga untuk kepentingan kita bersama. Saya bangga bisa mewakili Aceh. Mulai sekarang, mari istimewakan Aceh dengan pemuda yang kreatif dan inovatif! Stand Up, Speak Up, Take Action!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar