Apa yang akan kamu lakukan
ketika mendengarkan khutbah shalat Ied? Mendengarkan isi khutbah dengan
seksama, termenung mengingat dosa, merindukan keluarga yang jauh, atau hanya
sibuk berselfi ria? Hehe, saya pun saya begitu. Pada awalnya sangat antusias
mendengar isi khutbah. Tapi jika tidak menarik, saya mulai bosan dan memilih
membuka aplikasi dihandphone meski hanya sekedar melihat postingan terbaru
teman-teman atau mengecek chat ucapan “Selamat Hari Raya Idul Adha, Mohon Maaf
Lahir dan Batin”.
Kali ini saya diberi kesempatan
untuk merayakan hari raya di kampung halaman, tepatnya di Masjid Agung Al
Makmur, Meulaboh, Kabuptaen Aceh Barat. Hanya kurang satu anggota keluarga lebaran
kali ini yaitu adik pertama saya. Ia masih harus berjuang menyelasaikan kuliah
S1 nya di Yogyakarta. Jadi tahun ini kami hanya merayakan hari raya berlima.
Jujur saja, seringnya, khutbah
shalat Ied terasa sangat flat. Isinya
itu-itu aja. Namun ada yang menarik
dari isi khutbah. Isi khutbahnya terdengar berbeda dari biasanya. Greget. Bikin
haru. Ada dua poin menarik yang bisa saya ambil.
Ibu,
Wanita Tercantik di Dunia
Penceramah tahun ini memang
tetap menyinggung kisah Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as. Tapi menariknya
penceramah juga menceritakan hal-hal yang berkaitan dengan keluarga. Terutama
sosok perempuan yang akan menjadi seorang ibu. Penceramah bilang, “Mencari istri mudah. Tinggal ke Korea
Selatan satu hari untuk operasi plastik. Tapi mencari sosok ibu sangat susah.
Tergantung pada hati dan akhlaknya untuk mendidik anak-anak”.
Sungguh, kedudukan perempuan
dalam Islam sangat dihargai dan tinggi. Bagaimana pun paras wajahnya, setiap
ibu memiliki wajah tercantik menurut anaknya masing-masing. Kecantikan ibu bagi
seorang anak tak akan hilang dimakan zaman meski harus disandingkan dengan miss universe sekalipun.
Untuk menjadi istri yang baik
dan ibu yang berhasil mendidik anaknya kelak, seorang laki-laki perlu mencari
perempuan yang berakhlak baik dan bisa menjaga harkat martabatnya. Karena jika
seorang perempuan sudah baik akhlaknya terlebih dahulu karena didikan
keluarganya, maka ketika sudah menjadi istri, sang suami tidak terlalu banyak
lagi memperbaiki akhlaknya. Seorang istri akan menjadi tanggungan suami. Bukan
lagi keluarga, terutama ayahnya.
Perbedaan
dan Persamaan Kisah Nabi Ibrahim as dan Nabi Nuh as
Kisah Nabi Ibrahim as dan Nabi
Ismail as menjadi inti adanya ibadah berkurban pada Hari Raya Idul Adha. Kisah
Nabi Ibrahim as juga menjadi bagian dari serangkaian ibadah yang diwajibkan
oleh Jemaah haji. Lalu apa hubugannya dengan Nabi Nuh as?
Nabi Nuh as ingin menyelamatkan
anaknya yang kafir dan mengajaknya naik ke kapal besar. Namun anaknya tidak
menurutinya. Hingga akhirnya ia mati karena azab Allah. Sebaliknya, Nabi
Ibrahim as justru merelakan anaknya yang diidam-idamkan sejak lama untuk
disembelih. Namun Nabi Ismail as begitu ikhlas dan mempercayai bahwa itu adalah
perintah Allah SWT. Kisah ini memperlihatkan kondisi keluarga yang berbeda
antara hubungan ayah dan anak. Penceramah sangat cerdas menceritakan kisah ini
hingga saya pun sangat mengerti akan maknanya.
Oleh karena itu, agar kita
mendapatkan keturunan yang sholeh, kita dianjurkan berdoa sebagaimana doa Nabi
Ibrahim as. “Rabbi habbli minash
sholihin” Ya Rabbku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk
orang-orang yang saleh,” (QS. Ash-Shaffaat: 100).
Kedua poin yang menari diatas
menjadi benang merah untuk isi khutbah Hari Raya Idul Adha tahun ini. Sama-sama
membahas tentang keadaan keluarga kedua nabi yang anaknya berbeda sifatnya. Dapat
kita simpulkan bahwa keluarga menjadi bagian penting untuk membentuk
kepribadian anak. Banyak hal yang perlu diperhatikan. Mulai dari persiapan
seorang perempuan menjadi seorang istri sekaligus ibu. Juga hikmah cerita untuk
menjadi sosok ayah yang dapat membimbing dan mendoakan anaknya agar menjadi
anak yang sholeh.
Isi khutbah kali ini sukses
membuat saya terharu dan sedikit meneteskan air mata yang cepat diusap. Semoga shalat
Ied yang akan datang kita bisa lebih menghayati apapun isi khutbah yang
disampaikan oleh penceramah. Amin